Rabu, 27 Juni 2012

Gerakan Mahasiswa = Gerakan Hati Nurani Bangsa (7)

In Politik, Sosial on June 26, 2012 at 4:44 PM
Hatta Albanik*
AKSI-AKSI mahasiswa intra kampus Bandung pada umumnya lebih terfokus pada issue-issue yang berkaitan dengan kepentingan makro, bangsa, negara dan sangat menghindari issue-issue praktis, tendensius, berbau pemerasan. Aksi-aksi mahasiswa intra kampus Bandung umumnya ditujukan pada perbaikan nasib rakyat, kritik terhadap penyimpangan kebijakan maupun pelaksanaannya dalam bidang politik, ekonomi, dwifungsi ABRI, korupsi, kolusi dan nepotisme yang mulai menggejala dan lain sebagainya.

DEMONSTRAN MAKASSAR BABAK BELUR DI TANGAN POLISI. “Sayang sekali bahwa perilaku pimpinan-pimpinan puncak TNI dan Polri di tingkat pusat maupun daerah lebih tampil sebagai pembawa kekuasaan yang memusuhi rakyat daripada pembela rakyat dan pelindung negara serta bangsa dari ancaman kekerasan”. (foto antara)
Leading issue yang dimunculkan misalnya adalah koreksi terhadap keberadaan lembaga-lembaga ekstra konstitusional seperti Aspri, Kopkamtib dan Laksus Kopkamtibda, dwifungsi ABRI, hak-hak warganegara, demokratisasi. Lalu, koreksi terhadap perilaku ‘economic animal’ dari penanam modal Jepang di Indonesia dan praktek-praktek antikulturalnya. Serta kritik terhadap strategi pembangunan ‘trickle down effect’ yang menguatkan kolusi orang-orang dekat di sekitar Soeharto dengan pengusaha-pengusaha non pri cina yang rasialis, kesan penyimpangan bantuan luar negeri melalui IGGI yang dikorupsi dan hanya bermanfaat bagi segelintir elite, RUU Perkawinan, skeptisisme terhadap kemampuan Soeharto dan lain sebagainya.
Dengan sendirinya misi gerakan mahasiswa intra kampus Bandung pada waktu itu tidak diarahkan sebagai suatu gerakan populis yang memprovokasi massa, tetapi lebih diarahkan sebagai advokasi terhadap kepentingan masyarakat luas dengan sedapat mungkin mengeliminasi unsur-unsur dalam kekuasaan pemerintahan Orde Soeharto yang menunjukkan kecenderungan-kecenderungan yang disebutkan dalam leading issue itu. Kalau kemudian mahasiswa intra kampus di Jakarta melepaskan diri dari aksi semacam ini, bergerak ke arah provokasi terhadap masyarakat luas serta merangkul gerakan-gerakan demonstran ekstra kampus, tak pelak lagi terciptalah jarak yang sama dengan persepsi gerakan mahasiswa intra kampus Bandung pada gerakan-gerakan ekstra kampus pada umumnya.

Jumat, 22 Juni 2012

Liem Soei Liong: ‘Penjaga Telur Emas’ Bagi Kekuasaan Jenderal Soeharto (4)

In Historia, Politik on June 20, 2012 at 5:17 PM
Realistis dan tidak realistis. TATKALA isu percukongan menghangat, akhirnya Presiden Soeharto pun ikut berbicara. Bagi Presiden Soeharto tak ada perbedaan pribumi dan non pribumi dalam pemanfaatan modal untuk pembangunan. “Tanpa pengerahan semua modal dan kekayaan yang ada dalam masyarakat, tidak mungkin kita melaksanakan pembangunan-pembangunan seperti yang kita lakukan dewasa ini”. Ia meneruskan “Kita tahu, bahwa kekayaan dan modal-modal yang ada dalam masyarakat sebagian besar tidak berada di tangan rakyat Indonesia asli atau pribumi. Bukannya pemerintah tidak tahu, tapi bahkan menyadari resiko dan bahaya penggunaan modal-modal non pribumi dan asing. Tetapi, keinginan membangun hanya dengan mengerahkan potensi-potensi nasional pribumi saja, yang kita ketahui keadaannya memang belum mampu, tidaklah mungkin dan tidak realistis”.

MENGIRINGI LIEM SOEI LIONG DI PERJALANAN AKHIR. “Apapun yang telah terjadi, Liem Soei Liong telah pergi meninggalkan Indonesia 1998, dan kini takkan mungkin kembali lagi. Tahun 2012, Giam Lo Ong (malaikat pencabut nyawa dalam kepercayaan China) telah menunaikan tugas penjemputan, dan kini ia sudah membumi dalam artian sesungguhnya. Namun Liem Soei Liong, bagaimanapun juga telah memberi pelajaran berharga bagi para penguasa Indonesia, tentang bagaimana seharusnya bergaul dengan para konglomerat”. (foto download reuters)
Selama seperempat abad sesudah 1970, Soeharto ‘membuktikan’ bahwa mengandalkan potensi pribumi saja memang ‘tidak realistis’. Maka, sejak 1970 itu ia tetap meneruskan mengandalkan usahawan non-pribumi untuk ‘pertumbuhan’ ekonomi. Entah karena hasil persaingan alamiah, entah karena topangan kebijakan Soeharto, terbukti dalam realitas bahwa pada tahun 1996 dari 25 konglomerasi pemuncak di Indonesia, 20 di antaranya milik pengusaha non-pri. Dari 5 yang tersisa, 2 adalah kepemilikan campuran pri-non pri, dan 3 pri. Dua dari tiga yang disebut terakhir adalah Group Humpuss milik Hutomo Mandala Putera, dan Group Bimantara milik Bambang Trihatmodjo-Indra Rukmana, dan satunya lagi Group Bakrie sebagai pribumi satu-satunya yang non-cendana. Sedang kepemilikan campuran, adalah Group Nusamba milik Bob Hasan-Sigit Harjojudanto, dan Group Pembangunan Jaya milik bersama Pemerintah DKI dan Ciputra cs.

Rabu, 20 Juni 2012

Gerakan Mahasiswa = Gerakan Hati Nurani Bangsa (4)

In Historia, Politik on June 3, 2012 at 1:44 AM
Hatta Albanik*
PADA mulanya mereka masih mampu menahan diri tidak melibatkan diri dalam ‘kegiatan politik’ untuk merespon hal itu. Respon lebih banyak dilakukan oleh kalangan non-kampus melalui cara-cara bergaya mahasiswa Angkatan 66: aksi demonstrasi, publikasi dan lain sebagainya. Mereka belum mau bereaksi dengan modus semacam itu. Terus berusaha menemukan modus dan cara lain dari yang berbau 1966 itu. Tetapi belum sempat mereka menemukan modus dan cara yang ‘sreg’, mereka dipaksa harus segera bereaksi, karena dengan cepatnya para penguasa telah menjadikan mereka sebagai sasaran langsung dari perilaku ‘mabuk-kekuasaan’nya tentara, yang selalu memerlukan ‘musuh’ baru untuk ditempatkan sebagai lawan yang harus dienyahkan.
KARIKATUR MENYAMBUT NAIKNYA JENDERAL SOEHARTO KE TAMPUK KEKUASAAN. “Pemerintahan Orde Soeharto berikut seluruh jajaran ordenya mulai melihat kegiatan kemahasiswaan sebagai kegiatan yang harus ditumpas berikutnya setelah kekuatan PKI dan G30Snya”. (Karikatur Harjadi S, 1967).
Disamping itu, kenyataan objektif yang dipersepsikan sehari-hari melalui pergulatan hidup di tengah-tengah masyarakat, pergelutan dengan pengalaman hidup sehari-hari, diperkaya dengan observasi, analisa dan diskusi sebagai tradisi alam kehidupan kampus, mau tidak mau menimbulkan pula suatu keinginan untuk memperbaiki keadaan-keadaan yang menyimpang itu sebagai masukan bagi kalangan berwenang melalui forum dan media yang memungkinkan untuk itu. Sayangnya, pemerintah Orde Soeharto zaman itu pada hampir seluruh tingkatan jajarannya sudah mulai menutup komunikasi bagi kemungkinan memandang hal-hal semacam itu sebagai masukan untuk melakukan perbaikan keadaan. Masukan semacam itu dengan segera dianggap sebagai kritik yang tidak membangun, dianggap tidak berpartisipasi dalam pembangunan, oposisi yang tidak bertanggung jawab, bahkan mulai dipojokkan sebagai usaha menentang kepemimpinan Orde Baru. Usaha-usaha ini dengan serta merta pula diikuti oleh operasi intelejen yang disusul operasi militer untuk memerangi musuh-musuh Orde Soeharto. Dialog menjadi suatu keniscayaan sehingga komunikasi dua arah tidak lagi terjadi. Pemerintahan Orde Soeharto berikut seluruh jajaran ordenya mulai melihat kegiatan kemahasiswaan sebagai kegiatan yang harus ditumpas berikutnya setelah kekuatan PKI dan G30Snya. Dengan demikian tokoh- (sociopolitica's blog)

‘Konspirasi’ Mei 1998: Kisah Para ‘Brutus’ di Sekitar Jenderal Soeharto (3)

In Historia, Politik on May 30, 2012 at 8:51 AM
DALAM setiap pergantian rezim kekuasaan, akan selalu ada manusia dengan peran Brutus. Meski tak selalu Brutus itu dengan sendirinya tak berguna. Brutus sendiri –dalam naskah Shakespeare– mengaku ikut menusukkan belati ke tubuh Julius Caesar justru karena kecintaan kepadanya. “Begitu besar cintaku kepadanya, sehingga aku tak ingin membiarkannya hidup sebagai seorang diktator tiran”. Mencegah kediktatoran, adalah suatu alasan yang idealistik. Tetapi anggota-anggota Senat yang berkonspirasi dalam pembunuhan Julius Caesar, 15 Maret 44 SM,  untuk sebagian juga adalah orang-orang yang mengkhianati rakyat dan menjadi kaya karena korup. Adalah Senat itu pula pada tahun yang sama, 44 SM, beberapa waktu sebelum konspirasi pembunuhan menetapkan Caesar sebagai penguasa seumur hidup. Apapun, bagi penyair besar abad 14 Dante, Brutus dan Cassius adalah pengkhianat. Maka dalam karya besarnya, Divina Commedia, Dante memberikan tempat bagi keduanya di kerak bumi yang terdalam dan gelap –neraka menurut versi sang penyair– bersama Judas Iskariot sang murid yang mengkhianati Jesus Kristus.
PRESIDEN SOEHARTO, BJ HABIBIE, JENDERAL WIRANTO, 21 MEI 1998. “Sejauh yang bisa dicatat, tindak-tanduk Jenderal Wiranto pada Mei 1998 itu, tidak pernah mendapat kejelasan resmi hingga kini, karena ia tak pernah dimintai pertanggunganjawab untuk itu. Dan ketika diminta memberi keterangan kepada TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) Peristiwa Mei 1998 yang diketuai Marzuki Darusman, Jenderal Wiranto tidak bersedia”. (Foto Reuters/Enny Nurhaeni)
Permainan di zona abu-abu. Menjelang kejatuhan Soekarno, tak sedikit kaum Brutus yang muncul atau paling tidak, ada sejumlah orang yang dengan cepat melompat keluar dari kapal yang akan karam. Dan orang-orang seperti ini biasanya bisa terbawa kembali ke dalam rezim yang baru. Ketika Jenderal Soeharto selaku pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966, menyusun Kabinet Ampera I akhir Juli 1966, ia membiarkan beberapa nama yang masih dikehendaki Presiden Soekarno, terbawa dalam kabinet baru itu, sambil membawa juga tokoh-tokoh ex pendukung Bung Karno yang telah meloncat duluan dari kapal. Wartawan senior Mochtar Lubis ketika itu mengecam dan mengatakan, bagaimana mungkin kita membiarkan orang-orang yang pernah menjadi pendukung setia Bung Karno, kembali berada dalam kekuasaan. Mochtar  (sociopolitica's blog)

Kamis, 14 Juni 2012

Setelah Sriwijaya dan Majapahit ada Kerajaan Gowa


Suwandy Mardan

Sejak saya duduk dibangku Sekolah dasar dan mulai mengenal pelajaran sejarah, perlahan-lahan saya mulai mengerti bahwa Bangsa Indonesia dulunya terdiri dari berbagai Kerajaan dan diantara Kerajaan yang pernah ada di Nusantara ada 2 Kerajaan yang paling Beken yaitu, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. menurut buku sejarah yang selalu saya baca, hanya 2 kerajaan ini yang paling besar di antara kerajaan-kerajaan yang pernah ada di wilayah indonesia. hingga pada suatu ketika, tepatnya ketika saya duduk dibangku kelas 2 SMA, saya lagi-lagi menemukan teori ini, Yaitu 2 Kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara (Sriwijaya dan Majapahit), pada saat itu saya menayakan kepada Guru sejarah mengenai kebenaran sejarah ini, Mengapa hanya Sriwijaya dan Majapahit yang ditulis dalam buku-buku sejarah sebagai Kerajaan Besar, bagaimana dengan Kerajaan lain yang ada di Nusantara, Kerajaan Gowa misalnya, mengapa dalam buku sejarah, Kerajaan Gowa-Tallo yang kadang-kadang ditulis sebagai Kerajaan Makassar hanya dimuat ala kadarnya saja, mengapa expos tentang kerajaan ini sangat minim, padahal jika kita ingin berbicara Fakta sejarah dengan mengedepankan nilai-nilai ilmiah, maka bisa dipastikan Kerajaan Gowa-Tallo adalah salah satu Kerajaan Terbesar yang pernah ada di Nusantara.
berikut saya paparkan sedikit hal dari Kerajaan Gowa


1. Mahkota Raja Gowa yang bernama Salokoa
13393895391380649226
salokoa, atau mahkota Raja, memiliki berat 1768 gram, terbuat dari emas murni, dan ditaburi 250 berlian, Mahkota ini berasal dari Raja Gowa Pertama Tumanurung Baineyya ri Tamalate pada Abad ke 13 Masehi.
2. Ponto Janga-Jangayya
13393897331040304472
ponto janga jangaya (Terbuat dari emas murni yang berat seluruhnya 985,5 gram, bentuknya seperti Naga yang melingkar sebanyak 4 buah. Dinamai “Mallimpuang” yang berkepala naga satu dan “Tunipalloang” yang berkepala naga dua, benda ini merupakan benda “Gaukang” {kebesaran Raja} di Gowa dan dipakai pada pergelangan tangan, Benda ini berasal dari Tumanurunga).
3. Tobo Kaluku
13393898232077785441
tobo kaluku atau rante manila dengan berat 270 gram

Selasa, 12 Juni 2012

Prasati Bukit Gombak


Prasasti ini terdiri dari 21 baris tulisan, fokus utama dari prasasti ini adalah menjelaskan tentang status kedudukan Adityawaraman serta menyebutkan asal usul dari Adityawarman yaitu putra dari Adwayadwaja. Pada prasasti ini terdapat penanggalan pada 1278 Çaka atau 1357 serta ditulis oleh seorang Acarya (pendeta guru). Prasasti ini juga memiliki tinggi mencapai 2 meter lebih.



Berikut ini teks dari manuskrip yang dipahatkan tersebut[1]:
  1. swasyamtu prabhu adwayadwaya mputra adityawarman crya wangÇaÇari ammarayya
  2. wangsapati aradhita maitritwan karuna mupakÇa mudita satwopa
  3. karaguna yatwan raja sudharmmaraja krtawat lekhesi (t) tisthahati ॥O॥
  4. Çri kamaraja adhimukti sadas (trakintha) (t) amyabhisekasutathagata bajta (w) sys.s
  5. (g)ajna pancasadabhijna suparnna (gatra) adityawarnepate adhirajah ॥O॥ sawast॥
  6. Çrimat cri adityawarma prataparakrama rajendramaulimaniwarmmadewa marahadi
  7. raja sakolakajanapriva dharmarajakutilaka saranagataba jrapanjara ekanggrawira.du
  8. sta(ri) garahacrista paripalaka saptanggaraja sayada mangundharana patapustaka pratimalaya yam ta
  9. L(I) ah jirna pada sapta swarnabhumi diparbwat bhihara nanawiddhaprakara
  10. nan pancamaha Çabda jalanda harbwat maniyammakraya diparnnamasya di sanmuka
  11. k brahmana (w) aryyapaddyayatyada kapodra watyada mulisamun tyada rebut rentak
  12. sakala pya sampurna sakyanyam masina diwisak dadatu ya datra panyambarum yam ha

Kamis, 07 Juni 2012

Benteng Keraton Buton



Benteng Keraton Buton merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Benteng peninggalan Kesultanan Buton tersebut dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya, benteng tersebut hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana dengan tujuan untuk mambuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen. Pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Keraton Buton memberi pengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh.
Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur/gunung. Benteng yang berbentuk lingkaran ini dengan panjang keliling 2.740 meter. Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan september 2006 sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektar. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang mereka sebut Baluara. Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh anda dapat menikmati pemandangan kota Bau-Bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian,suatu pemandangan yang cukup menakjukkan. Selain itu, di dalam kawasan benteng dapat dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton. Benteng ini terdiri dari tiga komponen yaitu Badili, Lawa, dan Baluara


BADILI (MERIAM)

User posted image

Obyek wisata ini merupakan meriam yang terbuat dari besi tua yang berukuran 2 sampai 3 depa. Meriam ini bekas persenjataan Kesultanan Buton peninggalan Portugis dan Belanda yang dapat ditemui hampir pada seluruh benteng di Kota Bau-Bau.


LAWA

User posted image

Dalam bahasa Wolio berarti pintu gerbang. Lawa berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampung-kampung yang berada disekeliling benteng keraton. Terdapat 12 lawa pada benteng keraton. Angka 12 menurut keyakinan masyarakat mewakili jumlah lubang pada tubuh manusia, sehingga benteng keraton diibaratkan sebagai tubuh manusia. Ke-12 lawa memiliki masing-masing nama sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya, penyebutan lawa dirangkai dengan namanya. Kata lawa diimbuhi akhiran 'na' menjadi 'lawana'. Akhiran 'na' dalam bahasa Buton berfungsi sebagai pengganti kata milik "nya". Setiap lawa memiliki bentuk yang berbeda-beda tapi secara umum dapat dibedakan baik bentuk, lebar maupun konstruksinya ada yang terbuat dari batu dan juga dipadukan dengan kayu, semacam gazebo diatasnya yang berfungsi sebagai menara pengamat. 12 Nama lawa diantaranya : lawana rakia, lawana lanto, lawana labunta, lawana kampebuni, lawana waborobo, lawana dete, lawana kalau, lawana wajo/bariya, lawana burukene/tanailandu, lawana melai/baau, lawana lantongau dan lawana gundu-gundu.


BALUARA

User posted image

Kata baluara berasal dari bahasa portugis yaitu 'baluer' yang berarti bastion. Baluara dibangun sebelum benteng keraton didirikan pada tahun 1613 pada masa pemerintahan La Elangi/Dayanu Ikhsanuddin (sultan buton ke-4) bersamaan dengan pembangunan 'godo' (gudang). Dari 16 baluara dua diantaranya memiliki godo yang terletak diatas baluara tersebut. Masing-masing berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan mesiu. Setiap baluara memiliki bentuk yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tempatnya. Nama-nama baluara dinamai sesuai dengan nama kampung tempat baluara tersebut berada. Nama kampung tersebut ada di dalam benteng keraton pada masa Kesultanan Buton. 16 Nama Baluara : baluarana gama, baluarana litao, baluarana barangkatopa, baluarana wandailolo, baluarana baluwu, baluarana dete, baluarana kalau, baluarana godona oba, baluarana wajo/bariya, baluarana tanailandu, baluarana melai/baau, baluarana godona batu, baluarana lantongau, baluarana gundu-gundu, baluarana siompu dan baluarana rakia.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Benteng_Keraton_Buton
[url=www.google.com]www.google.com[/url]

Pidato Surya Paloh 2012


Selasa, 05 Juni 2012

IFJ Desak Metro TV Kembalikan Hak Luviana

Pius Lima Klobor
Luviana berorasi dan meminta dukungan solidaritas sesama buruh kepada ratusan buruh yang sedang menggelar aksi damai di depan Istana Negara dari Komite Aksi Buruh tolak BBM dan Upah Murah, Kamis , 8/3 (Jaringnews/Novel Sinaga)
Luviana berorasi dan meminta dukungan solidaritas sesama buruh kepada ratusan buruh yang sedang menggelar aksi damai di depan Istana Negara dari Komite Aksi Buruh tolak BBM dan Upah Murah, Kamis , 8/3 (Jaringnews/Novel Sinaga)
Metro TV harusnya menghormati hak asasi para karyawannya, termasuk kebebasan berekspresi dan hak untuk mendirikan serikat pekerja.
JAKARTA, Jaringnews.com - Federasi wartawan internasional atau The International Federation of Journalists (IFJ) Asia-Pasifik dan Federasi Serikat Pekerja Media Indonesia (FSPMI) mengutuk pemecatan jurnalis Indonesia Luviana oleh stasiun televisi swasta, Metro TV, pada Februari 2012 lalu.

Dalam media rilis yang dikirim Aaliansi Jurnalis Independen (AJI) hari ini, IFJ dan FSPMI menyatakan, mengutuk manajemen Metro TV yang telah merumahkan Luviana atas kritikannya terhadap proses internal perusahaan. Selain itu, manajemen Metro TV diminta untuk menarik kembali surat pemecatan tersebut, dan memungkinkan Luviana untuk dapat melanjutkan pekerjaannya sebagai asisten produser.

"Kami mendesak Metro TV untuk menghormati hak asasi manusia dari para karyawannya termasuk kebebasan berekspresi dan hak untuk mendirikan serikat pekerja," sebut siaran pers tersebut.

Lebih dari itu, IFJ dan FSPMI juga mendesak Menteri Tenaga Kerja dan instansi ketenagakerjaan wilayah Jakarta Barat untuk memantau kepatuhan media, menghormati hak karyawan, sebagaimana dilindungi dalam Undang-undang No. 21/2001 tentang Pekerja/Buruh.

Sebagaimana diberitakan, Luviana dipecat setelah menuntut adanya perbaikan kesejahteraan karyawan Metro TV, serta pembenahan sistem keredaksian di internal. Alasan lain pemecatan tersebut lantaran Luviana menuntut pembentukan serikat pekerja dalam tubuh televisi swasta itu.

Luviana juga telah mengajukan keluhan resminya kepada AJI Jakarta dan dilakukan pertemuan antara kedua belah pihak. Namun hingga awal April ini, perusahaan tetap berdiri teguh pada keputusannya untuk tetap memutus kontrak kerja Luviana, meskipun dia telah 10 tahun bekerja. Dan, sejak 13 April 2012, Luviana dicegah masuk ke kantor tersebut serta segala akses ke kantor Metro TV pun ditutup untuk Luviana.
(Pio / Pio)

Giliran Kantor Nasdem Digeruduk Aliansi Metro

 Novel Martinus Sinaga

"Jelas terlihat, restorasi Indonesia yang diusung oleh Partai Nasdem bohong belaka."
JAKARTA, Jaringnews.com - Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi), menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPP Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Cikini, Jakarta, Selasa (5/6). Aksi gabungan organisi massa ini dilakukan untuk memprotes tindakan sewenang-wenang yang dilakukan manajemen Metro TV kepada Luviana, yang hingga saat ini belum mendapat kepastian terkait status kerjanya.

Unjuk rasa dilakukan di kantor Nasdem karena diketahui, pemilik Metro TV, Surya Paloh, juga merupakan ketua umum ormas Nasdem.

"Jelas terlihat, restorasi Indonesia yang diusung oleh Partai Nasdem bohong belaka. Pendiri Nasdem, Surya Paloh, malah me-nonjob-kan karyawannya dengan sewenang-wenang di perusahaannya sendiri yaitu Metro TV," pekik Hendrik Sirait, salah satu koordinator aksi.
Adapun Luviana sudah empat bulan di-nonjob-kan Metro TV. Tak hanya itu, perempuan ini juga dirumahkan dan sempat diusir petugas keamanan Metro TV saat hendak masuk kantor untuk bekerja.

"Pe-nonjob-an Luviana adalah fakta kesewenang-wenangan Metro TV, dan upaya untuk membungkam suara-suara karyawannya yang menuntut keadilan dan kesejahteraan," lanjut Hendik.

Setelah hampir satu jam menggelar aksi di depan gedung Nasdem, perwakilan Aliansi Metro pun diterima langsung oleh Paloh. "Perwakilan kita saat ini diterima langsung oleh Surya Paloh, yang berniat menyelesaikan permasalahan yang hadapi Luviana."

Hingga berita ini diturunkan, perwakilan Aliansi Metro masih duduk bersama membahas kasus yang menimpa Luviana.

Sekedar catatan, Aliansi Metro juga sempat menggelar unjuk rasa di kantor Metro TV, 24 April 2012 lalu. Selain itu, juga mengadukan kasus ini ke Komnas HAM, Komisi IX DPR RI hingga ke Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun, namun pihak management Metro TV tak jua bereaksi.

Adapun elemen masyarakat dan organisasi yang tergabung dalam Aliansi Metro diantaranya organisasi buruh KASBI & GSBI, PBHI Jakarta, Migrant Care, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta Komunitas Bhineka.
(Nvl / Nky)