Sabtu, 25 Februari 2012

Suaro Hati - Rakyat Apatis terhadap Politik


JAKARTA--MICOM: Pengamat sosial Romo Mudji Sutrisno mengaku sangat prihatin melihat kiprah partai politik yang tidak lagi mampu mengawal proses demokrasi. Ketika parpol mengalami ketidakpercayaan publik, Romo Mudji mengatakan rakyat hanya akan melihat dua hal, yaitu parpol hadir untuk mencari makan dan semua sudah tahu problem biaya politik sangat mahal.

"Sekarang semua orang sudah tahu bagaimana kiprah parpol yang alami distrust karena mereka hanya cari makan dan biaya politik kan sangat mahal," ujar Romo Mudji dalam diskusi Polemik bertajuk 'Parpol Menuju Titik Nadir', Sabtu (25/2), di Jakarta.

Apatisme banyak kalangan terlihat saat para intelektualitas yang kritis menghindar masuk parpol dan akan ada yang salah dengan politik negeri ini jika masih ada calom independen untuk mengusung kepemimpinan. Penilaian mahalnya politik di negeri ini karena para politikus menggunakan uang dalam setiap kiprahnya.

"Ini masalah kultural dan mentalitas politikus. 10 tahun lalu ditulis Umar Kayam ketika Anda orang besar, maka harus memberi uang," jelasnya.

Kebanyakan dari parpol saat ini menyalahkan sistem. Namun, Romo Mudji secara sederhana menyebutkan bahwa untuk bisa bertahan cukup dengan menjadi penyuara rakyat kecil. Kalau suara rakyat kecil tidak diperjuangkan dan keadaan lebih parah, kelas menengah dan atas bisa membuat perubahan politik sendiri. (HZ/OL-10)

Suaro Hati - Diunggulkan, Suara Megawati Turun Setengah


 Kamis, 23 Februari 2012 
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Megawati Soekarnoputri masih dijagokan menjadi presiden pada pemilu 2014 mendatang. Dari survei yang dilakukan LSI dengan beberapa formula, nama Megawati muncul sebagai yang tertinggi di setiap formula. "Sejauh ini nama Megawati muncul di urutan pertama," ujar peneliti LSI, Burhanuddin Muhtadi, di kantor LSI, Kamis, 23 Februari 2012.

Sebanyak 2.050 responden dari 33 provinsi yang diambil dengan metode acak bertingkat memilih Megawati sebagai presiden pilihan. Saat diberikan pertanyaan terbuka siapa yang akan dipilih menjadi presiden jika pilpres dilakukan sekarang, muncul beberapa nama, yaitu Megawati Soekarnoputri dengan 6,2 persen, Prabowo Subianto dengan 5,2 persen, Jusuf Kall dengan 2,7 persen, Aburizal Bakrie 2 suara, dan Surya Paloh 1,9 suara. "Dalam ingatan masyarakat nama Megawati masih dianggap paling melekat untuk menjadi presiden," ujar Burhanudin.

Saat responden diminta memilih calon presiden dengan model semi-terbuka, nama Megawati kembali menempati posisi teratas. Responden disodorkan 24 nama yang mungkin dipilih untuk jadi presiden dengan tetap diberi kesempatan menyebutkan nama calon. Nama Megawati mendapat suara 15,2 persen, Prabowo 10,6 persen, Jusuf Kalla 7 persen, Aburizal Bakrie 5,6 persen, Sri Sultan Hamengku Buwono 4,9 persen, Wiranto 3,9 persen, Boediono 3 persen, Surya Paloh 2,6 persen, dan Hatta Rajasa 2,2 persen.

Ketika LSI mengerucutkan nama-nama calon menjadi 18 nama, nama Megawati kembali bercokol di urutan pertama dengan 17,8 suara, disusul Prabowo 12,8 persen, dan Jusuf Kalla 9,7 persen. Sedangkan Aburizal Bakrie berada di posisi empat dengan 7,2 persen suara. Calon lain yang sudah digadangkan sebagai presiden, seperti Wiranto, Surya Paloh, dan Hatta Rajasa, berturut-turut memperoleh 6 persen, 3 persen, dan 2,9 persen.

Masih penasaran, LSI pun kemudian memunculkan sepuluh nama untuk dipilih responden. Sepuluh nama ini diambil dari nama-nama yang sudah dijagokan sebagai presiden oleh setiap partai. Selain dianggap memiliki perahu, 10 nama yang diajukan juga dianggap sudah mulai proses sosialisasi untuk maju jadi presiden.

Dari 10 nama itu Megawati kembali menempati posisi pertama dengan 22,2 persen suara, Prabowo 16,8 persen, Aburizal 10,9 persen, Wiranto 10,6 persen, dan Hatta Rajasa 5,4 persen. Namun, menurut Burhanudin, meski nama Mega tetap berada di posisi pertama, suara anak presiden pertama RI ini terus menurun. "Dibanding Februari 2010, suara Mega turun hampir setengahnya."

IRA GUSLINA

Minggu, 19 Februari 2012

Suaro Hati - Siapa Yawadwipa, Calon Pembeli Century


 Selasa, 7 Februari 2012,

Perusahaan ini tiba-tiba muncul di publik dan menyatakan siap membeli Bank Mutiara.

VIVAnews - Yawadwipa Companies tiba-tiba seperti juru selamat, setelah meminang PT Bank Mutiara Tbk. Maklum saja, bank yang dulunya bernama Century ini sempat beberapa kali akan dijual, tapi gagal.

Bahkan Yawadwipa mau beli US$750 juta atau sekitar Rp6,75 triliun. Angka yang sama dengan dana penyelamatan pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 2008 lalu.

Sayangnya siapa di Yawadwipa masih misteri. Perusahaan ini tiba-tiba muncul dan menyatakan siap membeli bank yang sering diperdebatkan di ranah politik.

Dalam laman resminya, Yawadwipa merupakan perusahaan finansial yang baru dibentuk pada 9 Januari 2012. Perusahaan ini memiliki dua kantor, yaitu di Jakarta dan Singapura. Alamat lengkap kantor Jakarta di Menara 2 lantai 17 Gedung Bursa Efek Indonesia, Jalan Jenderal Sudirman. Sedangkan di Singapura terletak di Singapore Land Tower lantai 37 di Jalan Raffles Place.

Salah satu pendiri perusahaan tersebut adalah C Christopher Holm. Dialah yang kemudian menjadi CEO di Yawadwipa dan akan menjadi komisaris di Komite Investasi Java Fund yang merupakan bagian dari perusahaan. Perusahaan juga menunjuk Prasetyo Singgih sebagai Chief Operating Officer Yawadwipa. Prasetyo merupakan salah satu wakil ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

Yawadwipa saat ini masih dalam proses perizinan untuk meluncurkan Java Fund. Setelah mendapat izin, perusahaan membidik dana kelola hingga US$1 miliar atau sekitar Rp9 triliun.

Dana sebanyak itu untuk berbagai investasi di Indonesia. Targetnya, Yawadwipa ingin menjadi perusahaan investasi swasta terbesar di Indonesia.

Sebelumnya Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Firdaus Jaelani mengatakan, Bank Mutiara mulai ditawarkan pada Juni 2012. Bank Mutiara itu akan dilepas dengan nilai Rp6,7 triliun.

Firdaus menjelaskan jika mengacu kepada UU LPS, dalam kurun waktu 3 tahun setelah bank ditangani LPS maka harga Bank Mutiara masih senilai Rp6,7 triliun. "Namun jika selama lima tahun belum laku, LPS boleh menjual harga di luar harga penyertaan modal, tentunya dipilih dengan harga dan penawaran terbaik," katanya, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan LPS bersama Danareksa akan melakukan sejumlah road show untuk menawarkan Bank Mutiara. Road show itu dilakukan ke beberapa negara seperti Eropa, Timur Tengah dan Asia. Ketika ditanya mengapa memilih Eropa padahal saat ini dilanda krisis, Firdaus menjelaskan masih ada sejumlah investor yang ingin menanamkan modalnya ke luar negeri seperti Indonesia. "Ada investor yang terpengaruh krisis ada yang tidak," ujarnya. (umi)
• VIVAnews

Suaro Hati - "My Resolutions for 2012"


Dear Bloggers,

Beberapa menit lagi 2011 akan kita tinggalkan, tentunya banyak kenangan yang telah kita lewati dalam kurun waktu awa hingga akhir tahun ini. Semuanya hruslah dapat menjadi pelajaran dan bahan perenungan serta penentuan sikap untuk lebih berhasil ditahun mendatang.

Alhamdulillah saya sampai pada penghujung akhir tahun dengan mata masih terbuka dan nafas menyala walaupun banyak dipenuhi dengan duka dan air mata. Semua harus saya syukuri dengan penuh keikhlasan, sehingga insyaAllah saya kembali diberi kesempatan untuk menyambut mentari suka cita di tahun berikutnya. Amiin

Guna menwujudkan hal tersebut, saya kira perlu membuat tekad kuat sebagai resolusi baru bagi 2012 yang akan menjeleang ini. Saya yakin, resolusi ini akan sangat berguna untuk kehidupan saya baik secara pribadi, karir dan keluarga.

Dengan berbagai masalah yang mendera di 2011, saya semakin ditempa untuk menjadi lebih bermakna sebagai manusia. Rangkaian kisah panjang di 2011 merupakan bekal berharga yang patut disyukuri adanya. Pergumulan akan duka, bahagia, dan kecewa insyaAllah membuat saya kian tersadar bahwa hidup ini adalah milik Allah SWT semata, kita hanya sementara dipercaya melakoninya. Bahwa hidup harus terus berjalan, maka kitapun harus siap. Dengan menyebut nama Allah, Bismillahirahmanirrahim saya jalani hidup ini.

Secara pribadi, 2012 mendatang saya harus lebih fokus pada peningkatan kadar keimanan kepada Allah SWT, terutama ingin lebih mendermakan diri dalam banyak kegiatan sosial kemasyarakatan dan mengaktualisasi diri dan hobby saya dalam album duet bersama Kak Mudji.

Namun yang terpenting adalah agar dapat menjadi sosok motivator bijak yang bisa bermanfaat untuk sesama. Terutama lebih dari itu, sebagai sosok ibu saya ingin 2012 mendatang adalah awal pencerahan kehidupan kami. Saya ingin menjadi pribadi ibu yang lebih bijaksana terhadap anak-anak saya (Zahwa, Aaliyah dan Keanu).

Dalam karir/pekerjaan, saya harus yakin bahwa 2012 masih memberikan keleluasaan berpolitik, sehingga saya harus lebih loyal terhadap masyarakat sambil tetap menjaga dan berada di koridor-koridor etika politik yang santun, bersih,  taat azas dan bermartabat.

Selain itu berikutnya, terkait bidang kerja di komisi X DPR RI, tentu saya harus lebih vokal dan fokus pada ranah penggalian, pemutakhiran, dan promosi bidang pariwisata dan budaya, perancangan program pergerakan kepemudaan,  serta mendorong pemantapan dan peningkatan aplikasi pendidikan berkualitas dan merata untuk semua masyarakat.

Sementara itu dalam lingkup keluarga, resolusi 2012 saya hanya ingin mencapai keseimbangan quantity dan quality time untuk anak-anak, orangtua dan saudara-saudara, kemudian maju membuka jalur-jalur silahturahmi terhadap keluarga besar, mempergiat  dan melestarikan ikatan silahturahmi keluarga yang telah terbina dengan baik selama ini.

Ok doakan ya bloggers, insyaAllah semua berjalan sesuai resolusi ini. Amiiin YRA.


Welcoming 2012, Happy New Year...May Happiness Be With Us All !!!



Love,
ASM

Suaro Hati - RI-Freeport Sepakat Renegosiasi


 Jumat, 17 Februari 2012 |
JAKARTA -- Tarik ulur renegosiasi antara pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan PT Freeport Indonesia akhirnya menemukan titik terang. Ini setelah Freeport menyatakan sepakat untuk melakukan renegosiasi kontrak karya (KK).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pihak Freeport sudah menyatakan setuju untuk renegosiasi poin-poin dalam KK. "Renegosiasi dilakukan untuk menyesuaikan isi kontrak dan perjanjian agar lebih memenuhi keadilan dan kepentingan nasional Indonesia," ujarnya usai bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang baru Rozik B. Soetjipto di Jakarta.

Menurut Jero, sejak terbitnya Keputusan Presiden No. 3 Thn 2012 tanggal 10 Januari 2012 tentang Tim Evaluasi Untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, Menteri ESDM selaku Ketua Harian Tim Evaluasi telah melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan beberapa perusahaan besar pertambangan mineral dan batubara. "Kami meminta kesediaan mereka melakukan renegosiasi," katanya.

Sebagaimana diketahui, PT Freeport Indonesia beroperasi berdasarkan kontrak karya yang ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Freeport memperoleh konsesi penambangan selama 30 tahun. Pada 1991, kontrak karya Freeport diperpanjang hingga tahun 2021.

Namun, besaran royalti yang dibayar Freeport ke Indonesia sangatlah kecil, sehingga desakan agar Indonesia melakukan renegosiasi terus disuarakan. Sebagai gambaran, Freeport hanya membayar royalti emas sebesar 1 persen. Padahal, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah 45 Tahun 2003 untuk tarif royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), royalti emas 45 persen lebih tinggi.

Namun, karena KK Freeport menganut sistem nail down (tidak berubah), maka sampai sekarangpun royalti yang dibayar perusahaan asal AS itu masih sebesar 1 persen. Besaran royalti inilah yang menjadi poin utama renegosiasi.

Direktur Center For Petroleum and Energy Economics Studies M. Kurtubi mengatakan, selama ini, pemerintah terkesan lamban dan lembek menghadapi tekanan dari pihak Freeport yang mendapat dukungan pemerintah AS. "Karena itu, jika pemerintah memang bertekad melakukan renegosiasi, maka harus lebih tegas," ujarnya.

Dalam renegosiasi, lanjut dia, pemerintah bisa menawarkan kontrak baru dengan pembayaran royalti yang lebih besar, atau dengan menyertakan klausul agar dalam jangka waktu tertentu, Freeport harus mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada Indonesia. "Seperti klausul dalam kontrak dengan Newmont Nusa Tenggara," sebutnya. (owi)

Selasa, 14 Februari 2012

Suaro Hati - KERAJAAN SINGASARI

Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara vang didirikan oleh Ken Arok pada 1222. Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.
Candi Singasari disebut juga Candi Tumapel berupa kuil Syiwa yang besar dan tinggi. Ken Arok merebut daerah Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Tunggul Ametung, pada 1222. Ken Arok pada mulanya adalah anak buah Tunggul Ametung, namun ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta pada istrinya, Ken Dedes. Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes. Pada saat dikawini Ken Arok, Ken Dedes telah mempunyai anak bernama Anusapati yang kemudian menjadi raja Singasari (1227-1248). Raja terakhir Kerajaan Singasari adalah Kertanegara. Ken Arok
Ketika di pusat Kerajaan Kediri terjadi pertentangan antara raja dan kaum Brahmana, semua pendeta melarikan diri ke Tumapel dan dilindungi oleh Ken Arok. Pada 1222, para pendeta Hindu kemudian menobatkan Ken Arok sebagai raja di Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Adapun nama kerajaannya ialah Kerajaan Singasari. Berita pembentukan Kerajaan Singasari dan penobatan Ken Arok menimbulkan kemarahan raja Kediri, Kertajaya. la kemudian memimpin sendiri pasukan besar untuk menyerang Kerajaan Singasari. Kedua pasukan bertempur di Desa Ganter pada 1222. Ken Arok berhasil memenangkan pertempuran dan sejak itu wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri dikuasai oleh Singasari.
Candi Jago terletak di Malang, Jawa Timur, merupakan peninggalan Kerajaan Singasari yang dibangun untuk Raja Wisnuwardhana, raja Singasari, pada pertengahan abad ke-13. Dalam Negarakertagama, candi ini merupakan salah satu tempat yang dikunjungi Hayam Wuruk pada 1359. Kertanegara
Ken Arok memerintah Kerajaan Singasari hanya lima tahun. Pada 1227 ia dibunuh oleh Anusapati, anak tirinya (hasil perkawinan Tunggul Ametung dan Ken Dedes). Sepuluh tahun kemudian Anusapati dibunuh oleh saudara tirinya, Tohjaya (putra Ken Arok dengan Ken Umang).
 Kematian Anusapati menimbulkan kemarahan Ranggawuni, putra Anusapati. Ranggawuni langsung menyerang Tohjaya. Pasukan Tohjaya kalah dalam pertempuran dan meninggal dunia dalam pelarian. Pada 1248 Ranggawuni menjadi raja Singasari bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Ranggawuni memerintah Kerajaan Singasari selama 20 tahun (1248-1268) dan dibantu oleh Mahisa Cempaka (Narasingamurti). Ranggawuni wafat pada 1268 dan digantikan oleh putranya, Kertanegara. la memerintah Kerajaan Singasari selama 24 tahun (1268-1292).
Ekspedisi Pamalayu
Kertanegara terus memperluas pengaruh dan kekuasaan Kerajaan Singasari. Pada 1275 ia mengirim pasukan untuk menaklukkan Kerajaan Sriwijaya sekaligus menjalin persekutuan dengan Kerajaan Campa (Kamboja). Ekspedisi pengiriman pasukan itu dikenal dengan nama Pamalayu. Kertanegara berhasil memperluas pengaruhnya di Campa melalui perkawinan antara raja Campa dan adik perempuannya. Kerajaan Singasari sempat menguasai Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun (Maluku).
Serangan Pasukan Mongol
Pasukan Pamalayu dipersiapkan Kertanegara untuk menghadapi serangan kaisar Mongol, Kubilai Khan, yang berkuasa di Cina. Utusan Kubilai Khan beberapa kali datang ke Singasari untuk meminta Kertanegara tunduk di bawah Kubilai Khan. Apabila menolak maka Singasari akan diserang. Permintaan ini menimbulkan kemarahan Kertanegara dengan melukai utusan khusus Kubilai Khan, Meng Ki, pada 1289. Kertanegara menyadari tindakannya ini akan dibalas oleh pasukan Mongol. la kemudian memperkuat pasukannya di Sumatera. Pada 1293 pasukan Mongol menyerang Kerajaan Singasari. Namun Kertanegara telah dibunuh oleh raja Kediri, Jayakatwang, setahun sebelumnya. Singasari kemudian dikuasai oleh Jayakatwang.

Suaro Hati - Indonesia Satu-satunya negara yg pernah Keluar dari PBB

Written By bangdex on 23 Mar 2011 | 17:43


Sampai detik ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang pernah keluar dari PBB. Bergabung pertama kali tahun 1950 sebagai anggota ke-60 PBB, kemudian Indonesia menarik keanggotaannya pada tahun 1965.R. Soekarno, presiden Indonesia saat itu sangat berang dengan keputusan PBB mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.


Kemudian Soekarno mendirikan Conefo (Konferensi Negara-Negara Kekuatan ...Baru) sebagai tandingan PBB.  Sebelum keluar dari PBB, Soekarno sempat menyampaikan pidato dengan berapi-api di Sidang Umum PBB yang isinya meminta agar badan dunia tersebut dipindahkan markas besarnya ke luar Amerika Serikat. Bukan hanya pidatonya saja yang brhasil mendapat berkali-kali tepukan tangan, namun Soekarno juga sukses menyelenggarakan Ganefo (tandingan Olimpiade versi Conefo) yang diikuti 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing. 



Saat-saat itulah terakhir kali Indonesia memiliki pemimpin superpower dan menjadi salah satu negara yang paling disegani di seluruh dunia. Semoga lahir dan MENJADI ABDI Bangsa dan Negara ribuan Soekarno-Soekarno Indonesia, yang murni berjuang demi bangsa dan negara.

SUMBER : PRADA SAM

Senin, 13 Februari 2012

Suaro Hati - Tan Malaka: Dihujat dan Dilupakan


Sesudah dua kali ditunda, akhirnya makam yang diduga berisi jasad pahlawan nasional Tan Malaka di desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, digali.
Pembongkaran makam berlangsung sekitar tiga jam dipimpin oleh tim dokter dari RCSM Jakarta.
Samsul Hadi, reporter Radio Bonanza yang hadir dalam pembongkaran Sabtu pagi menceritakan tujuan penggalian ini adalah untuk mengungkapkan siapa sebenarnya jasad yang ada di liang lahat itu. Makam tersebut ditemukan oleh warga sekitar tahun 1949, pada saat Tan Malaka dinyatakan hilang di desa Selopanggung, Kecamatan Senen, Kediri.

Kain kafan berisi tulang belulang

"Berdasar cerita warga, pada waktu itu ada segerombolan tentara yang datang dan keesokan harinya ditemukan sebuah makam yang tidak diketahui dan baru pada sekitar tahun 90an, sejarawan Belanda Harry Poeze melakukan penelitian dan menduga bahwa makam tersebut adalah makam Tan Malaka'', demikian Samsul Hadi.
Samsul Hadi melanjutkan, dari penggalian itu ditemukan kain kafan yang berisi tulang belulang. Ketika dilakukan penggalian ulang, ditemukan sebuah tengkorak yang sudah dalam keadaan rusak. Tapi, demikian Samsul menambahkan ''penggalian ini bukan untuk mencari tulang secara keseluruhan, melanikan hanya mencari sample untuk selanjutnya dilakukan uji DNA''.
Dihujat dan Dilupakan
Juga hadir dalam pembongkaran makam adalah Zulfikar Khamarudian, kemenakan Tan Malaka. Dengan emosi, mengatakan pemerintah tidaklah menghargai Tan Malaka sebagai layaknya pahlawan.
Zulfikar: "Mengapa pemerintah itu tidak menghargai seorang pahlawan ya? Apa Sebabanya? Kenapa bangsa ini begitu naif. Seorang tokoh besar yang mendirikan republik, bercita-cita republik, tidak diakui wasiatnya. Ada pahlawan-pahlawan koruptor yang justru bisa masuk Kalibata (Taman Makam Pahlawan, red)".

Tan Malaka, memang dinyatakan sebagai pahlawan nasional, tapi sejauh ini tidak ada upaya mencari kepastian mengenai penyebab kematian ataupun liang kuburnya. Harry Poeze adalah sejarawan Belanda penulis buku biografi Tan Malaka yang berjudul 'Dihujat dan Dilupakan'. Menurutnya kepastian untuk mengetahui makam Tan Malaka itu penting. Harry Poeze: ''Sangat penting jasanya dalam tulisan serta peranannya dalam revolusi Indonesia. Seorang yang penting dalam sejarah Indonesia seperti Tan Malaka ini diberikan tempat makam yang pasti, yang sesuai layaknya pahlawan ansional".
Kesadaran baru
Ini tampaknya sekarang sudah diinsyafi oleh pemerintah, demikian Poeze. "Memang dulu sewaktu Orde Baru, Tan Malaka dihujat dan dilupakan. Tapi sesudah itu saya kira pemerintah insyaf bahwa Tan Malaka adalah pahlawan nasional. Sekarang dalam terbitan Kementerian Sosial, yang bertanggungjawab atas pahlawan nasional, disebutkan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional. Beberapa tahun lalu juga ada seminar di Bukit Tinggi mengenai sosok Tan Malaka dan warisannya. Juga ada sumbangan dari menteri sosial yang mengatakan Tan Malaka memang pahlawan ansional Indonesia dan sesudah itu ada bantuan dari pemerintah, misalnya dalam hal penggalian ini", demikian Poeze.
Diharapkan hasil uji DNA yang bisa memastikan apakah jasad di liang lahat itu adalah jasad Tan Malaka atau bukan, akan keluar dalam dua atau tiga minggu dari sekarang.

Diskusi

jannatan 11 November 2011 - 7:52am / indonesia
perjanjian renvil, linggar jati tidak ubahnya seperti bermusiawarah dengan pencuri di rumah sendiri itulah kutipan tanmalaka kepada suekarno.
apakah gara-gara itu sehingga ia d klaim dan disingkirkan oleh tokoh yg lainnya.
kampret 2 Oktober 2011 - 10:06pm
ini smua gra2 SOEHARTO...smua yg berbau pki d hjar abis.. biar g ktauan x y kl suharto sbnrx jg trlbt mskpn hny tau kudeta tp diem aj ..
ansari 21 Juli 2011 - 1:20am / indonesia
negara ini amat sedikit melahrkan putra bagsanya yang memiliki pemikiran yg luar biasa terhadap perkembangan bangsa dan negara,,,beliau aalah salah satu yg amat sedikit itu...terkadang bangsa ini kurang menghargai konsistensi anak bangsa yg totalitas nya dalam memikirkan kemajuan dan harga diri serta jati diri bangsa ini ...bagaimana mungkin seorang seperti tan malaka ni bisa sangat mudah di kaburkan segala pemikiran sejarah dan kedudukannya dalam proses panjang sejarah bangsa yg kontribusinya terhadap lahirnya bangsa ini sangat besar..bahkan kematiannyapun bs jadi misteri..yg seharusnya dia tdk boleh jd misteri...bagaimana bila ini terjadi pada diri seorang soekarno atau hatta..?hmmmm
haeserak 6 Juni 2011 - 3:26pm / indonesia
sepakat. mengapa koruptor dimakamkan dalam kalibata sedangkan salah satu founding fathers diabaikan ? memang pemerintah sungguh melupakan sejarah
semaun 22 September 2010 - 5:15pm / indonesia
tunjukkan terima kasihmu atas perjuangannya dengan melanjutkan cita-cita perjuangannya untuk republik ini
Anonymous 1 September 2010 - 5:05am / indonesia
seorang bapak republik pertama yang mencetuskan Negara Republik Indonesia...Hari ini di hadapan tuhan saya islam tapi di politik saya komunis....
Fajar Ar-Rocketrase 29 Juni 2010 - 5:20pm
Tan Malaka, pahlawan yang terlupakan.. Saya setuju dengan Ra Tanca, buat saya dia lebih hebat daripada Soekarno, bahkan Che Guevara pun lewat lah.. hehe.. Dan buku Madilog buatan beliau memang buku yang perlu dikaji lebih mendalam..
haeserak 6 Juni 2011 - 3:33pm / indonesia
sy sepakat dengan anda.akan tetapi soekarno adalah tokoh yang ditokohkan para pejuang kemerdekaan lainnya itulah sebabnya mengapa beliau lebih dikenal. sallut untuk tan malaka yang rela tenggelem demi kemerdekaan bangsa ini.
rachman 30 Maret 2010 - 6:49am / indonesia
ya saya setuju dengan pertanyaan itu, memang negara ini negara judi yang setelah menang meninggalkan yang kalah, tanfa harus memberi terimakasi dan penghargaan. banyak lagi pejuan negeri ini yang tidak terdaftar padahal ikut melawan penjajah yang keji saat itu. sekarang para mantan pejuangpun di singkirkan bahkan ada yang diusir dari kediamannya. sampaikapankah negeri ini dewasa?
Ra Tanca 3 November 2009 - 4:55pm
saatnya kita membuktikan kebenaran ttg tan malaka... dia jauh lebih besar perannya daripada sukarno, suharto, sjahrir, atau tokoh nasional yg lain

Minggu, 12 Februari 2012

Suaro Hati - Sejarah Perang Dunia Kedua


Perang dunia II ini berkaiatan dengan perang dunia I, dan penyebab terjadinya perang dunia II juga di kelompokkan menjadi sebab-sebab umum dan sebab khusus.
Sebab-Sebab Umum PD II
1. Dalam bidang politik penyebab terjadinya perang adalah kegagalan LBB yang tidak sanggup menjamin perdamaian sehingga terjadi perlombaan senjata dan politik alliansi atau politik mencari kawan, yang terdiri dari tiga blok besar yaitu Blok Perancis, (demokrasi), Blok Jerman (Fascis/Nazi) Blok Rusia (komunis).
2. Bidang ekonomi timbul politik ekonomi yang bersifat imperialis, dalam rangka kepentingan industri dalam negeri masing-masing negera, sehingga terjadi perebutan daerah-daerah jajahan. Salah satu contohnya misalnya Jerman dengan politik LIBENSRUM ingin menguasai Eropa Tengah, Jepang dengan politik Hakko-I-Chiu ingin menguasai Asia Timur Raya dan Itali dengan politik ITALIA IRREDENTA nya ingin menguasai daerah yang luas seperti Romawai kuno. Silahkan Anda bandingkan ketiga politik tersebut !
3. Dalam bidang kerohanian yang timbul adalah pertentangan antara faham demokrasi dengan faham Fascisme/Nazi dan juga dengan faham komunisme karena ketiganya tidak mungkin dapat berjalan bersama salah satu harus menang dan menghancurkan lainnya. Disamping itu juga adanya faham nasionalisme yang sangat menimbulkan kecongkakan suatu bangsa dan memandang rendah bangsa lain. Contohnya seperti Jerman yang terpenting pada dasarnya adalah politik balas dendam Jerman akibat dari perjanjian Versailles yang merusak bangsa Jerman sehingga hal ini yang menyebabkan pecahnya perang dunia II.
Sebab Khusus Perang Dunia II
Meletusnya perang dunia II disebabkan Hitler menuntut Krek Dancig dari Polandia, dan tidak mengaku perjanjian Versailles, karena Polandia menolak maka tanggal 3-9-1939 Inggris dan Perancis menyatakan perang kepada Jerman, dengan demikian perang dunia tidak terelakan lagi.
Pada awalnya diberbagai front/daerah pertempuran, blok As/poros banyak memperoleh kemenangan sehingga kekuatan Jerman, Italia semakin mantap tetapi setelah masuknya Rusia dan USA kedalam perang tersebut, maka kemenangan perang beralih ke pihak sekutu.
Perang midway dan laut karang adalah suatu awal kemenangan pihak sekutu juga berhasil dengan gemilang melakukan pendaratan di Normanda, Pantai Barat Perancis dan sebagai akibatnya pasukan Jerman dipukul mundur diberbagai tempat yaitu di Uni Soviet, Perancis dan Belgia.
Pada tanggal 30 April 1945, pasukan Uni Soviet memasuki Berlin dan Asia Timur. Akhirnya Berlin jatuh ke tangan Uni Soviet dan pada saat yang sama pasukan sekutu memasuki Berlin dan Asia Barat. Ibu kota Jerman diduduki emat pasukan kepada Sekutu dan Uni Soviet.
Untuk mengakhiri perang dunia II di wilayah pasifik, maka sekutu menjatuhkan bom atom di Hirosima tanggal 6 Agustus 1945. Kemudian di Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Dan sebagai akibatnya Jepang menyerah pada tanggal 14 Agustus 1945, resmi di atas kapal Missouri di Teluk Tokyo tanggal 2 September 1945.
Sebagai akhir dari perang dunia II tersebut masing-masing negara yang kalah menanda tangani perjanjian Potsdam tanggal 2 Agustus 1945.
Konsekuensi dari perjanjian tersebut di samping daerah-daerah kekuasannya diperkecil juga negara yang kalah harus membayar kerugian perang. Untuk Jerman lebih berat karena Jerman terbagi dua wilayah yaitu Jerman Barat dikuasai sekutu dan Jerman Timur berada di bawah kekuasaan Uni Soviet.

Suaro Hati - Sejarah Krisis Ekonomi Amerika Serikat

 

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dengan para kreditornya yaitu Rusia, Jepang, dan China, terkait utang sebesar US$ 14.3 trilyun yang sebagian diantaranya jatuh tempo pada 2 Agustus 2011. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, AS tidak membayar utang yang jatuh tempo tersebut menggunakan uang tunai, melainkan menggunakan utang lagi, yaitu sebesar US$ 2.1 trilyun.
Utang baru sebesar US$ 2.1 trilyun tersebut akan jatuh dalam 10 tahun ke depan, dan akan dibayar menggunakan uang sebesar US$ 2.4 trilyun yang diperoleh dari penghematan anggaran belanja negara. Dengan asumsi bahwa AS mampu menghemat pengeluaran, maka utang tersebut akan lunas sepuluh tahun mendatang. Namun kalau belajar dari pengalaman, biasanya nantinya utang tersebut akan diperpanjang lagi, entah sampai kapan. Jika utang tersebut kita ibaratkan sebagai bom waktu, maka bom tersebut tidak pernah dijinakkan, melainkan hanya ditunda waktu meledaknya.
Pertanyaannya, apakah di masa lalu ‘bom’ seperti itu pernah meledak? Dan ketika itu terjadi, apa yang terjadi selanjutnya?
Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, Amerika Serikat pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran. Oke, mari kita runut sejarahnya.
Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai ‘Panic of 1819’. Krisis tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang, didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan ‘Great Depression’. Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard & Poor’s sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling. Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah dibanding posisi sebelum krisis.
Setelah ‘Great Depression’, hingga saat ini AS belum pernah mengalami krisis besar lagi. Dow memang sempat beberapa kali mengalami koreksi besar, termasuk pada tahun 2008 lalu, yang biasanya juga disebabkan oleh bubble. Namun koreksi-koreksi tersebut tidak pernah sampai separah koreksi yang terjadi pada tahun 1930. Sayangnya seolah tidak mau belajar dari pengalaman, AS kemudian berhutang lagi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir utang tersebut terus saja meningkat. Pada tahun 2005 lalu, utang AS ‘hanya’ US$ 7.9 trilyun, sebelum kemudian menjadi US$ 14.3 trilyun pada saat ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008, penyebabnya juga utang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata uang US$ mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Beberapa orang mengatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap US$.
Sementara pada tahun 2008, yang punya utang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit perumahan, bukan Indonesia. Sedangkan kondisi ekonomi Indonesia ketika itu relatif baik-baik saja. Makanya krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tidak separah krisis yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG ‘hanya’ turun hingga setengahnya, sebelum kemudian menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini.
Dari rentetan kejadian diatas, maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
1. Krisis ekonomi biasanya diawali dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat, yang bahkan terkadang diiringi dengan euforia. Padahal pertumbuhan tersebut tidak ditopang oleh sektor riil dan makro fundamental. Jarang terjadi sebuah krisis tanpa diawali oleh kondisi finansial yang super-kondusif terlebih dahulu.
2. Ekspektasi alias harapan yang berlebihan akan pendapatan yang besar di masa depan, hanya akan berakhir pada kejatuhan. Ketika bank meminjamkan uang ke para perusahaan kereta api, para bank ini berpikir bahwa perusahaan kereta api tersebut akan terus saja mencetak laba setiap tahunnya. Mereka kurang mempertimbangkan resiko-resiko tertentu yang bisa saja meyebabkan perusahaan kereta api tersebut bangkrut. So, be reasonable!
3. Sejarah membuktikan bahwa utang adalah biang kerok dari krisis. Memang, mengambil utang ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya adalah baik, jika diiringi dengan pertimbangan yang matang. Namun diluar itu, maka utang yang anda pegang justru akan menjadi bom waktu.
4. Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.
5. Meski demikian, koreksi tersebut akan berhenti ketika harga-harga saham sudah kembali murah, sehingga itulah saatnya untuk belanja saham kembali, karena pada dasarnya indeks saham akan terus naik dari waktu ke waktu. Ketika terjadi Great Depression, Dow Jones berada di posisi 41. Sementara ketika artikel ini ditulis, Dow sudah berada di posisi 12,132, atau telah menguat sekitar 300 kali lipat dalam waktu 80 tahun. Kecuali dunia kiamat pada 2012 nanti, rasa-rasanya tidak mungkin Dow bisa anjlok ke posisi 41 kembali.
Balik lagi ke masalah utang AS. Kira-kira apa yang akan terjadi pada perekonomian dunia seandainya AS benar-benar mengalami default? Jawabannya tentu saja akan terjadi krisis, dan harga-harga saham di seluruh dunia akan jatuh. Dan sayangnya, kita tidak akan bisa menghindarinya seandainya itu terjadi. Namun seperti yang sudah disebutkan diatas, yang namanya krisis tidak akan terjadi selamanya, dan hanya soal waktu saja sebelum keadaan menjadi normal kembali. Kabar baiknya kalau berdasarkan sejarah, krisis seperti itu jarang terjadi. Paling sering hanya setiap 10 tahun sekali. Mengingat Mr. Obama berhasil menunda waktu ledakan dari ‘bom’ yang dia pegang hingga 10 tahun ke depan, maka untuk saat ini bolehlah kita bersantai sejenak, kecuali jika nanti ada perkembangan baru soal utang Amerika ini. Sumber: (teguhidx.blogspot.com)

Sabtu, 11 Februari 2012

Suaro Hati - Kisah Kasih Kartosoewirjo dan Dewi Siti Kaltsum


Shoutussalam.com Di balik pasangan yang hebat ada cinta yang kuat. Mungkin itulah kalimat yang pas bagi pasangan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan Dewi Siti Kaltsum. Dua sejoli yang mengalami pasang surut dalam penegakan Darul Islam puluhan tahun silam. Kisahnya menjadi epik bagi anak cucu Islam kelak puluhan tahun mendatang. Iya sebuah cerita cinta dari Malangbong, Garut, Jawa Barat, untuk cahaya Islam di bumi Indonesia.
Perkenalan Kartosoewirjo dengan Dewi Siti Kaltsum terjadi saat pimpinan Darul Islam tersebut tengah mampir ke Malangbong, Garut, tahun 1928. Kebetulan Ayahanda Dewi adalah Ardiwisastra, salah seorang Ulama, Ajengan, dan Tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) ternama di Garut. Niat Kartosoewirjo menyambangi kediaman Ardiwisastra semata-mata mengumpukan dana bagi keberangkatan KH. Agoes Salim ke Belanda demi berdiplomasi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Dewi, kembang Malangbong yang kala itu tengah mengarungi masa dewasa, melihat sosok laki-laki yang berbeda mengetuk pintu rumahnya. “Siapa ia?” tanya Dewi dalam hatinya. Laki-laki itu bagi Dewi tidak seperti laki-laki pada umumnya. Kartosoewirjo pandai bicara, namun bukan gombal. Pengetahuannya tentang Islam pun tidak datar. Orang yang mendatangi ayahnya pasti bukan orang sembarangan.
Kala itu, Kartosoewirjo tengah menjabat Sekretaris Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Pada Desember 1927, Kartosoewirjo terpilih sebagai Sekretaris Umum Partai Sarekat Islam Indonesia-sebelumnya masih bernama Partij Sjarikat Islam Hindia Timoer. Sejak itu, ia banyak melakukan perjalanan ke cabang-cabang Sarekat Islam di seluruh Nusantara.
Dewi pun mulai tahu aktivitas Kartosoewirjo yang penuh dengan dunia gerakan. Maklum saat itu Dewi mulai berkecimpung dalam bidang penuh resiko tersebut. Darah pergerakan turun dari sang ayah yang terkenal gigih melawan Belanda dengan semangat perlawanan Islam terhadap Imperialisme Barat.
Dewi amat terkesan dengan sikap hidup sang ayah. Pada usia delapan tahun, ibunya sudah mengajaknya berjalan kaki belasan kilometer ke Tarogong, Garut, untuk menengok ayahnya yang ditahan Belanda. Dan itu amat membekas dalam hatinya.
Ardiwisastra ditahan Belanda karena bersama sejumlah ajengan memelopori pembangkangan terhadap perintah Belanda, yang mewajibkan penjualan padi hanya kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada 1916, Belanda menembak mati Haji Sanusi, tokoh berpengaruh di Cimareme, Garut. Terjadi pula penangkapan secara besar-besaran terhadap para ajengan, termasuk Ardiwisastra dan santri-santrinya.
Setahun setelah pertemuan itu, pada April 1929, Kartosoewirjo resmi menikahi Dewi di Malangbong. Ardiwisastra, sang mertua sendiri, sama sekali tidak melihat sang menantu dari fisik. Akhlak dan kejujuranlah yang tampaknya membuat Ardiwisastra menjodohkannya dengan sang putri yang kala itu menjadi kembang desa di Malangbong.
“Apakah calon menantunya tampan atau buruk muka tidak penting,” kata Ardiwisastra kepada Pinardi, penulis buku Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo terbitan 1964.
Rupanya Dewi pun mengakui hal serupa. Secara jujur, ia tidak menjadikan wajah sebagai prasyarat pinangan sang Imam diterima, “Kalau disebut karena cinta, Bapak itu sebetulnya orangnya (mukanya) kan jelek,” tutur Dewi lugu kepada majalah Tempo, tahun 1983.
Rupanya Dewi tidak salah pilih. Ia mengaku mendapatkan selaksa cinta yang tinggi dari suaminya. Laki-laki soleh yang menyerahkan segala hidupnya demi Islam. Laki-laki penuh sahaja yang dikenal sebagai biduk kasihnya sepanjang masa. Dengarlah tuturan Dewi berikut ini:
“Aku memang tidak salah pilih. Disinilah aku mulai mengenal dan belajar tentang sikap dan sifat suamiku. Ia ternyata seorang laki-laki yang penuh tanggung jawab pada keluarganya dan menyayangiku. Ia tak segan–segan memperkenalkanku, istrinya yang dari kampung dengan kawan-kawan seperjuangannya yang terpelajar dan terhormat.
“Bahkan dua bulan setelah kami berada di Jakarta, mungkin atas prakarsa teman-temannya, perkawinan kami dirayakan di rumah Pak Cokroaminoto. Aku ingat benar pesta yang sederhana tapi amat mengesankan itu ber-langsung pada tanggal 12 Zulhijjah. “
Sebagai seorang aktivis partai dengan jabatan Sekjen PSII waktu itu, hari-hari
Kartosoewirjo sangatlah sibuk. Namun demikian, kepentingan keluarga tak pernah diabaikannya. Ia faham posisinya sebagai kepala keluarga yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Oleh istrinya, Kartosoewirjo dikenal sebagai seorang lelaki yang tinggi akhlaknya, suami yang sangat santun pada sang istri dan penuh kasih sayang pada anak-anaknya. Ini pernah diutarakannya Dewi sendiri yang menuturkan kisahnya kepada Tatang Sumarsono, yang dimuat bersambung di suatu majalah Amanah.
Pada perkembangannya, kecintaan dan keikhlasan Dewi terhadap suaminya betul-betul diuji saat mengarungi perjuangan. Dewi, anak kyai itu, berkembang menjadi istri diluar pada umumnya. Jika para pribumi yang menikah dengan Meneer Belanda biasa menikmati pesta pora beserta alunan nada. Dewi harus ikut bergerilya menghindari kejaran tentara Indonesia.
Jika para kembang Desa memilih hidup berdiam diri atas kondisi yang ada, bersama suami, Dewi malah keluar-masuk hutan demi tegaknya Syariat Islam di bumi Nusantara. Dewi sudah menasbihkan diri untuk bertahan diliputi rasa takut semata-mata pengabdian besar seorang istri terhadap sang suami.
Lantas, apakah kunci yang membuat Dewi bisa mempertahankan cintanya kepada Kartosoewirjo meski hidup dan mati adalah dua kata yang dekat kepadanya? Yang mau hidup penuh kesederhanaan walau sang ayah terkenal sebagai ningrat di Jawa Barat? Adalah pendidikan agama yang menjadi kunci kekuatan Dewi untuk tidak mengeluh dan tetap sabar meski hidup penuh kesederhanaan.
“Akibatnya, kami memang tak punya rumah tetap, pindah dari rumah sewa ke rumah sewa lainnya. Tapi aku sendiri tidak mengeluh. Sebagai istri yang mendapat pendidikan agama cukup lekat dari orangtua, kuterima segalanya dengan rasa syukur. Karena itulah, boleh jadi kehidupan keluarga kami berjalan tenang, kalau tidak dikatakan bahagia.” Aku Dewi.
Bersama Kartoesowirjo, Dewi melahirkan 12 anak. Lima di antaranya meninggal. Tiga anak terakhir: Ika Kartika, Komalasari, dan Sardjono, lahir di tengah hutan. Anak-anak yang lain lahir di rumah.
Mereka: si sulung Tati yang meninggal ketika masih bayi, Tjukup yang tertembak dan meninggal pada 1951 di hutan pada usia 16 tahun, Dodo Muhammad Darda, Rochmat (meninggal pada usia 10 tahun karena sakit), Sholeh yang meninggal ketika bayi, Tahmid, Abdullah (meninggal saat bayi), Tjutju yang lumpuh, dan Danti.
Sebagai perempuan, Dewi mulanya takut hidup di hutan. Kala itu Dewi sudah menggendong Danti yang baru berusia 40 hari. Dewi sempat berpikir tentang masa depan anak-anaknya. Gurat kesedihan mulai timbul dalam sekat wajahnya meratapi impian tak sesuai kenyataan. Namun, sosok Kartosoewirjo lah yang setia berada disampingnya, untuk menghibur, meyakinkan, dan “menggenggam kuat jemari di tangannya”. Dan Dewi langsung merasa tenteram.
Sebelum menjalani eksekusi mati, Kartosoewirjo sempat berwasiat di hadapan istri dan anak-anaknya di sebuah rumah tahanan militer di Jakarta. Menurut Dewi, saat itu Kartosoewirjo antara lain berkata tidak akan ada lagi perjuangan seperti ini sampai seribu tahun mendatang. Dewi menitikkan air mata. Kartosoewirjo, yang mencoba tabah, akhirnya meleleh. Perlahan-lahan, dia mengusap kedua matanya.
Betapa besar cinta Kartosoewirjo kepada istrinya. Ia menangis di depan istrinya, bukan ia kalah terhadap rezim sekuler yang mencoba membunuhnya, bukan jua menyesal atas perjuangannya yang meski meminta taruhan nyawa, namun air mata itu adalah bukti cinta Kartosoewirjo yang besar kepada sang istri, ya kembang Malangbong yang senantiasa menemaninya meski hidup penuh onak dan duri.
Air mata Dewi semakin jatuh. Ia menangis sejadi-jadinya. Rasa bangga bercampur haru meliputi hatinya karena memiliki sosok suami seperti Kartosoewirjo yang tetap meyakinkannya tentang arti cinta sebenarnya: Cinta kepada Allahuta’ala, karena dunia hanyalah persinggahan sementara.
Cinta mereka akhirnya harus usai, cinta Dewi kepada suaminya mesti dipisahkan timah panas ketika aparat keamanan menangkap Kartosoewirjo setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat dan menghukum matinya pada September 1962.
Dewi pun menyusul cinta sejatinya itu pada tahun 1998. Lahir pada 1913, Dewi wafat dalam usia 85 tahun. Bersebelahan dengan makam Dewi adalah kuburan Raden Rubu Asiyah, ibundanya, perempuan menak asal Keraton Sumedang, Jawa Barat.
Namun pepatah “cinta sejati akan dibawa sampai mati” memang betul adanya. Di pemakaman ini Kartosoewirjo masih memendam cinta, cintanya kepada sang istri yang telah menemaninya puluhan tahun baik suka maupun duka. “Bapak ingin jenazahnya dekat dengan keluarga Malangbong,” kata Sardjono, anak bungsu Kartosoewirjo.
Inilah kisah cinta sejati yang tertutup di tengah pemberitaan miring tentang NII pasca dibonceng oleh NII KW IX.. Semoga Allah mempertemukan mereka kembali di jannah kelak. Allahuma amin. Allahua’lam. (pz)
Oleh Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi
Judul Asli :

Kisah Cinta Kartosoewirjo: Dewi Siti Kaltsum Sosok Wanita Tegar Dibalik Sang Imam

__________________________________________________

Senin, 06 Februari 2012

Suaro Hati - PDRI , PRRI dan Sjafruddin Prawiranegara


 Dikarang oleh : DR. Mestika Zed
Politics of Memory.
Sjafruddin Prawiranegara dalam Dua Zaman: PDRI dan PRRI.
Oleh: Mestika Zed
Pusat Kajian Sosial-Budaya & Ekonomi (PKSBE), Universitas Negeri Padang
SEJARAH memerlukan peristiwa.
Peristiwa memerlukan tokoh.
Dan tokoh harus tewas dalam peristiwa.
Bagi yang tak tewas dalam peristiwa, nasibnya akan dipertimbangkan lewat sejarah.
Masalahya sejarah yang mana? Sejarah formal? Atau sejarah publik?
Oleh karena politik yang mendefinisikan syarat-syarat menjadi tokoh ”pahlawan” didasarkan pada ideologi, maka ia menjadi urusan ”politik ingatan” (politics of memory) rejim yang berkuasa.
Dalam konstruksi ”politik ingatan” semacam itu, ada tokoh yang harus diingat dan diulang-ulang mengingatnya, bahkan dengan berbagai cara (buku, film, bangunan dan arsip), dan pada saat yang sama ada pula yang wajib dilupakan.
Ada tokoh yang pada suatu zaman dielu-elukan, kemudian hilang atau dihilangkan dari peredaran memori bangsa.
Mengapa bisa demikian?
Tulisan ini akan membicarakan Mr. Sjafruddin Prawiranegara (1911-1989), salah seorang tokoh yang dilupakan, kalau bukannya sengaja dihilangkan dalam bingkai ”politik ingatan” sejarah bangsa.
Ada dua peristiwa historis dalam sejarah bangsa, yang terkait dengan nama tokoh ini dan yang membuat dirinya diingat dan sekaligus dilupakan.
Keduanya berlangsung dalam era berbeda, yang satu PDRI, yang lain PRRI.
Peristiwa I, PDRI (1948-1949).
Peristiwa itu disebut Era PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) tahun 1948-1949, berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan melawan Belanda, saat rejim kolonial melancarkan agresi militernya yang kedua bulan Desember 1948.
Akibatnya, nyaris fatal.
Mengapa? Bukan saja karena ibukota RI (Yogyakarta), jatuh ke tangan Belanda, tetapi pucuk pimpinan RI (Sukarno-Hatta) beserta sejumlah menteri ditangkap Belanda pula.
Sekedar ilustrasi mutakhir, bisakah Anda, pembaca yang budiman, membayangkan apa jadinya kalau Tripoli jatuh ke tangan musuh Khadafy dan ia sendiri ditangkap!
Begitulah kira-kira analoginya nasib Republik era PDRI.
Maka tidak heran jika Belanda waktu itu menganggap RI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 itu sudah bubar, tamat riwayatanya.
Namun di saat yang sangat genting itu, darurat, Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Hatta, yang sedang berada di Bukittinggi, tampil ke depan memimpin Republik menggantikan Sukarno-Hatta.
Bukan kebetulan ia berada di sana, sebab sudah merupakan ’skenario besar’ dalam perang gerilya waktu itu bahwa jika Jawa sewaktu-waktu diduduki Belanda, kepemimpinan Republik harus berada di Sumatera.
Dan Sjafruddin Parwiranegara, waktu itu sudah berada di sana.
Beliau bukan saja mendapat mandat untuk memimpin RI dari Sukarno-Hatta yang ditawan Belanda, tetapi Panglima Jendral Sudirman, yang bergerilya di hutan-hutan di Jawa pun mematuhi perintah dari PDRI yang berpusat di Sumatera.
Sebagai ketua/ presiden RI di masa darurat, Sjafruddin memimpin perjuangan RI dari Bukittinggi, kemudian berpindah-pindah tempat ke pedalaman Sumatera Barat.
Akhirnya, PDRI dengan dukungan internasional, memaksa Belanda membebaskan pemimpin RI yang ditawan dan mengembalikan mereka ke ibukota Yogya pada pertengahan Juli 1949. (Episode ini dalam sejarah bangsa dikenal dengan ”Yogya Kembali”).
Sejak itu rangkaian perundingan menuju pengakuan kedaulatan RI tinggal menunggu waktu.
Peristiwa II: PRRI (1958-1961).
Era PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) berlangsung sekitar 10 tahun setelah PDRI (1958-1961).
Peristiwanya terkait dengan pergolakan daerah melawan rejim Jakarta.
Tahun 1950-an Indonesia mulai belajar mengurus negeri sendiri.
Sebagai bangsa yang baru merdeka, banyak bengkalai paska perang yang harus diselesaikan.
Suhu politik nasional pun memanas.
Partai-partai berseteru merebut kursi kekuasaan.
Maka yang terjadi ialah gonta-ganti kabinet tiap sebentar.
Hampir tiap tahun, bahkan ada yang tak sampai usianya satu tahun, kabinet diganti lagi.
Karena pusat terlalu sibuk berpolitik, maka pembangunan daerah menjadi terlantar.
Lalu muncul dewan-dewan daerah di Luar Jawa yang mencoba menolong diri sendiri untuk membangun daerah mereka.
Rejim Jakarta jadi ciut nyalinya, sebab semangat otonomi di daearh muncul secara alami dan itu dapat membuat berkurangnya ketergantungan daerah terhadap pusat.
Maka berbagai kebijakan semena-mena oleh pusat makin menjadi-jadi.
Presiden Sukarno, misalnya, mengangkat dirinya sendiri sebagai ketua formatur untuk menyusun kabinet baru, mengangkat dirinya sebagai ’presiden seumur hidup’; ia tidak hanya membiarkan PKI masuk kabinet padahal sudah diingatkan, tetapi semakin memperlakukan partai komunis itu sebagai ’anak-emas’.
Ia pun semakin membawa pusat menjadi semakin sentralistik di satu pihak dan condong daerahisme berbau Jawa di lain pihak.
Yang lebih pedih bagi daerah ialah, sementara pembangunan daerah luar Jawa terabaikan, sebagian besar produk luar Jawa (tambang, perkebunan dan produk lokal lainnya) dikuras untuk diangkut ke pusat atau ke Jawa.
Begitu pula halnya kebanyak jabatan sipil dan militer tingkat tinggi, baik di pusat maupun di daerah diisi oleh orang Jawa.
Perasaan diperlakukan dikriminatif, tidak adil menyulut sentimen anti-Jawa.
Wapres Hatta pun gerah dengan prilaku politik Sang Presiden yang makin semena-mena dan tak terkontrol lagi, sehingga ia minta mundur dari kursi Wapres tahun 1956.
Kemunculan PRRI dapat dilihat sebagai puncak pernyataan ketidakpuasan dari dewan-dewan perjuangan di luar Jawa ? dengan nama berbeda-beda di masing-masing daerah ? terhadap rejim Sukarno di Jakarta yang semakin otoriter dan yang didukung PKI.
Dewan-dewan perjuangan di luar Jawa itu sudah lama memperingatkan agar Sukarno kembali ke jalan konstitusi, tetapi rupanya tidak diindahkan.
Puncaknya, ya itu tadi: lahir PRRI.
Dewan-dewan luar di Jawa itu menyatukan barisan, lalu megeluarkan peringatan keras (ultimatum) tanggal 10 Februari 1958 dan lima hari kemudian mereka medeklerasikan lahirnya PRRI.
Di situ, sekali lagi, Sjafruddin Prawiranegara tampil ke depan memimpin RI sebagai ’pemerintahan tandingan’ atas RI pimpinan Sukarno di Jakarta.
Peringatan keras dari dewan daerah itu bukannya ditanggapi dengan jalan dialog dan berunding, tetapi dengan memerangi PRRI.
Kelompok militer, yang dikirim pusat, sebagian sudah disusupi PKI, menyerbu kedudukan PRRI tanpa ampun.
Semua angkatan (darat, laut dan udara plus kepolisian dan brimob) dikerahkan.
Kedudukan PRRI di Padang, Bukittinggi, dan Riau dibombardir.
Pada saat yang sama rekan-rekan mereka di dewan daerah di Sulawesi (Permesta), yang sudah bergabung dengan PRRI juga mengalami pukulan yang sama.
Menurut catatan sejarah, inilah eksperimen militer terbesar pertama paska perang kolonial.
Sejak itu terjadilah ”perang saudara”, sesama pejuang yang tadinya sama-sama melawan musuh bersama: Belanda.
Rejim Jakarta menamakan PRRI sebagai ’pemberontakan’, sementara pihak PRRI menyebutnya sebagai ikhtiar terakhir atau koreksi total terhadap ’rejim inkonstitusional’.
Tergantung dari sudut pandang mana istilah itu digunakan.
Istilah yang netral secara akademik adalah ”perang saudara ” (civil war) karena masing-masing merasa yakin tengah memperjuangkan (ideologi) RI.
Tidak ada klaim pemisahan dalam perjuangan PRRI.
Apa lagi menegasikan simbol-simbol kenegaraan, konsititusi, bendera dan bahkan juga tidak ada klaim wilayah di dalamnya.
Aktor dan Sistem dalam kedua peristiwa itu, PDRI dan PRRI, aktornya sama: Sjafruddin Prawiranegara sebagai pemimpin pemerintahan, tetapi dalam suasana dan sistem yang sama sekali berbeda.
Dalam peristiwa pertama (PDRI) Indonesia berada dalam suasana ”perang kolonial”, melawan musuh bersama: Belanda.
Penjajah itu ahirnya bisa diusir dari bumi Indonesia setelah dipaksa menyerahkan kedaulatan Indonesia di penghujung 1949.
Dalam peristiwa kedua (PRRI), yang terjadi pada dasarnya ialah ’perang-saudara’ antara sesama pejuang yang berseberangan jalan.
Yang satu menjadi pendukung rejim Sukarno, umumnya Jawa (tidak termasuk Sunda); yang lainnya mendukung PRRI.
Dalam kedua pemerintahan itu kata RI tetap dipertahankan, karena yang digugat pengikut PRRI ialah sistem pemerintahan yang otoriter dan mentaliteit feodal pusat dan banyak perangai politiknya yang sudah keluar dari cita-cita kemerdekaan atau konstitusi.
Di mata pembela PRRI, rejim Jakarta seakan-akan memutar bandul sejarah kembali ke sistem kolonial.
Apa pun namanya, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin dan lain-lain, tetapi kalau prilaku politiknya masih berlaku diskriminatif, menggantung daerah, ketidak-adilan dan terlebih lagi eksploitatif terhadap rakyat daerah, itu tetap kolonial namanya.
Pastilah ada sesuatu yang salah dengan pemerintah pusat di Jakarta dan itu telah diingatkan berulangkali. Namun tetap buntu.
Maka tidak heran jika tahun 1950-an adalah tahun-tahun ’pergolakan daerah’.
Antara tahun 1950 sampai awal 1960-an, tercatat setidaknya 8 (delapan) gerakan perlawanan menentang pusat.
Masing-masing memiliki karaktersitik berbeda-beda, baik latar belakang, maupun proses dan tujuan akhirnya.
Dan PRRI hanyalah salah satu daripadanya.
Suatu hal yang pasti ialah bahwa PRRI bukan gerakan saparatis dan bukan pula pemberontakan untuk menumbangkan dasar-dasar negara, melainkan gerakan koreksi total terhadap rejim otoritarianisme.
Dalam sistem semacam itu, yang berlaku hanyalah adagium ”the king do no wrong” (penguasa selalu benar).
Maka setiap kritik yang diarahkan ke sumbu kekuasaan akan berbalik jadi boomerang.
Tetapi Sjafruddin dengan dukungan pemimpin sipil dan militer serta rakyat di daerah, adalah tokoh pemberani yang konsisten; tidak peragu dan sigap dalam mengambil keputusan di saat kritis.
Dialah pemimpin sejati, yang merepresentasikan kerbau Minangkabau yang tangkas dalam legenda sejarah kampung halaman orang Sumatera Barat itu.
Sjafruddin, seperti halnya dengan para pemimpin PRRI dan rakyat daerah yang berada di belakangnya, masih tetap berpegang teguh pada pemikiran bahwa setelah merdeka, Indonesia harus menjadi bangsa yang ‘modern’, dalam arti sejajar dengan Barat dan bukan feodalisme baru yang kian marak.
Bahasa Pak Syaf, demikian panggilan akrabnya, selalu menekankan ide-ide progresif menentang feodalisme, keharusan adanya mobilitas sosial yang radikal, tetapi mengapa keadaan sedemikian runyam?
Kesalahan itu tentu tak sepatutnya ditimpakan kepada pusat semuanya.
Hanya saja mengapa bangsa yang baru merdeka itu harus menyelesaikan urusan dengan berperang dan bukan berunding cara Minangkabau?
Salah satu jawabannya sistem politik rejim otoritarianisme yang tak mau mendengan aspirasi akar-rumput.
Pembelajaran Sejarah
Bagaimanakah kita harus mencermati kembali pengalaman sejarah bangsa yang paradoks itu?
Yang satu, PDRI, kisah heroik yang menyelamatkan RI dari kehancurannya, sehingga ia pantas diperingati sebagai “hari bela negara”, seperti yang telah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2006 lalu itu.
Yang lain, PRRI, kisah tragis, yang menurut pelakunya juga untuk menyelamatkan RI dari tirani kekuasaan rejim pusat yang menindas, tetapi gagal.
Jika hampir semua pihak menyesali terjadinya konflik bersenjata sesama saudara setanah air, yang amat serius itu, baik pada masa itu, maupun di dibelakang hari, pihak manakah yang harus dipersalahkan?
Siapakah sebenarnya yang diuntungkan dan sebaliknya siapakah yang dirugikan? Salah satu jawabannya terletak pada sejarah yang lebih kemudian, yang membuktikan klaim PRRI benar adanya.
Sukarno dan PKI akhirnya harus menerima takdirnya.
Dan PRRI itu sendiri dalam satu lain hal adalah Reformasi avant le latere, reformasi yang kelewat dini, mendahului zamannya.
Kini setelah puluhan tahun berlalu, di saat akal sehat kita mulai pulih, sejarah yang benar mestinya tidak ditentukan oleh rejim yang berkuasa, sebab rejim terus berubah, dan kriteria nilai siapa sang pemenang dan pecundang juga mengalami perubahan.
Tetapi dengan politics of memory yang memberi ruang pada ingatan kolektif, atau ingatan publik (vernacular memory).
Dalam konstruksi semacam itu, ukuran ketokohan seseorang bukan didasarkan pada konsesus politik sang pemenang, terlembaga dan diperingati secara reguler, melainkan pada penggalian pengalaman pelaku (tangan pertama), biasanya dalam lingkup komunitas yang lebih luas dan karena itu lebih intim dan lebih otentik.
Dalam konstruksi semacam itu, penghargaan terhadap tokoh tak lagi sekedar menjadi "ruang hening cipta" dalam upacara, melainkan untuk meluaskan batin kemanusiaan kita dalam menatap masa depan peradaban bangsa yang telah diperjuangkan para pahlawan di masa lalu.

Minggu, 05 Februari 2012

Suaro Hati - Mr. Syafruddin Prawiranegara: Sosok Pejuang Penyalamat NKRI!


 REP | 09 November 2011
Dengan tidak bermaksud mengkultuskan seseorang manusia karena kiprahnya dalam perjuagan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia,sebagaimana halnya tidak bermaksud pula untuk menyingkirkan peranan penting para bapak -ibu bangsa lainnya yang juga sangat berjasa dalam proses mewujudkan Indonesia merdeka dan berdaualat.Namun mereka itu masing-masingnya memiliki keunikan-keunikan yang tidak di miliki oleh yang lainnya,sebagaimana juga keunikan Mr.Syafruddin Prawiranegara itu.
Tokoh yang satu ini memang sangat unik dalam kancah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI),yang tidak dimiliki oleh para pendiri bangsa dan negara lainnya.Ia  lahir di Serang,Propinsi banten tanggal 28 Februari 1911 dan wafat tanggal 15 Februari 1989 di Jakarta ,yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan Pertama Indonesia tahun 1946,lalu berikutnya menjadi Menteri Kemakmuran tahun berikutnya pula.
Mr.Syafruddin Prtawiranegara ketika masih menjabat sebagai Menteri Kemakmuran sering melakukan kunjungan keberbagai daerah untuk mendorong tumbuh berkembangnya perekonomian rakyat yang masih sangat parah dampak blokade yang dilakukan rejim Kolonial Belanda yang hendak memulihkan kekuasaannya kembali di Indonesia.Berbagai provokasi dilakukan Belanda untuk di jadikan”casus belli”sebagai alasan bagi invasinya ke berbagai wilayah Indonesia,yang oleh negeeri kincir angin itu disebutnya”aksi polisional”.
Karenanya  para bapak bangsa dengan sanagat lugas dengan berbagai strategi politik yang memang mereka miliki itu beberapa kali berhasil” menyeret” Belanda kemeja perundingan ,meskipun sering pula pemerintah  Belanda mencoba mengingkarinya dengan berbagai aksi militernya keberbagai wilayah Indonesia.Dalam mkonteks ini Mr.Syaruddin Prawiranegara ,sebagai pejuang,politikus dan muslim yang taat kepada agamanya hasil didikan ayahnya bernama Arsyad dan ibunya Nuraini yang berasal dari Priyayi ,dan berasal dari leluhurnya berasal dari Minangkabau, Sumatera barat.
Syafruddin mulai mengenyam pendidikan formal dari sekolah rendah Europeesche Lagere School(ELS) di Seranag tahun 1924,lalu pindah ke Ngawi mengikuti tugas orang tuanya dan usai ELS ia melanjutkan pendidikannya dengan memasuki sekolah lanjutan pertama di Madiun,MULO(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).Kemudian beliau melanjutkan studinya ke Algemeene Middelbare  School(AMS) bagian A di Bandung.Pada tahun 1934  melanjutkan studinya ke Recht Hoge School(sekolah Tinggi hukum)di Jakarta,dan Syafruddin Prawiranegara berhasil meraih gelar akademiknya ,Meester in de Rechten(Mr) bulan September tahun 1939 sehingga sejak saat itu pula gelar” Mr ” senantiasa terpatri melekat  di depan namanya.
Kemudian beliau bekerja sebagai salah seorang anggota Perkumpulan Radio  Ketimuran,dan setahun kemudian ia diterima sebagai pegawai di Kementerian Keuangan dan ditempatkan pada bahagian Kantor Inspeksi Pajak Kediri. Lalu dipindahkan ke Bandung sampai Indonesia diprolklamirkan kemerdekaaannya tanggal 17 Agustus 1945. Karir politiknya mulai terlihat ketika Indonesia dikuasai Jepang,karena sejak saat itu pula beliau mulai sering mendiskusikan masa depan bangsa dan tanah air Indonesia.
Untuk menyalurkannya,maka Syafruddin bergabung dengan Masyumi(Majlis Syura Muslimin Indonesia)dan menjadi salah seorang tokoh dalam partai politik yang meraih suara terbanyak dalam pemilu pertama Indonesia tahun 1955 itu.Karena wawasan kebangsaannya yang luas,maka beliau juga di percayakan untuk menjabat sebagai pimpinan Sekretariat Komite Nasional Indonesia(KNI)tanggal 24 Agustus 1945 di Keredenan Priangan dan pada bulan berikutnya ia menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat(KNIP).
Karir poloitiknya semakin meningkat,maka Syafruddin Prawiranegara menjadi Menteri Muda Keuangan dalam Kabinet Syahrir ke 2 yang di bentuk pada tanggal 3 Maret 1946 .Selanjutnya beliau menjabat Menteri Keuangan dalam Kabinet Syahrir ke 3  yang di bentuk tanggal 2 Oktober 1946.Kemudian pada masa inilah Syafruddin menyampaikan gagasannya kepada Wapres,Muhammad Hatta agar Indonesia mencetak mata uangnya sendiri untuk mengaganti uang kolonial  Belanda dan Jepang,sehingga dicetak uang Indonesia pertama yang dikenal dengan ORI itu.Sejak tanggal 30 Oktober tahun 1946,ORI mulai secara resmi dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah.
Oleh karena keahliannya dalam bidang keuangan,maka dalam Kabinet Hatta I (29 Januari 1948-4 Agustus 1949) Syafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Menteri Kemakmuran,yang sering mengunjungi berbagai daerah di Indonesia.Ketika beliau berada di Pulau Sumatra,terdengar kabar bahwa Yogyakarta beserta Presiden,Wakil Presiden dan anggota kabinetnya sudah ditangkap oleh Belanda menyusul angresi militernya yang ke 2 tanggal 19 Desember 1948. Sebagai politikus ulung cepat menyadari apa dampaknya bagi Indonesia,sekiranya pemimpin dan wilayahnya seluruhnya sudah dikuasai Belanda.Ini berati Indonesia sudah lenyap,karena berbagai unsur -unsur pokok sebuah negara ,seperti pemerintahnya  yang berdaulat ,wilayahnya,dan rakyatnya sudah sirna.Semuanya sudah dikuasai oleh Belanda.
Dalam hal ini dengan sangat darurat,beliau berinisiatif untuk membentuk sebuah pemerintahan darurat republik Indonesia(PDRI) mulai 22 Desember 1948 yang mulanya berpusat di Halaban Payakumbuh,dan beliau menjadi Presiden PDRI.Pusat pemerintahannya bergerak dinamis dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghindari sergapan Belanda,yang selalu ingin melenyapkan PDRI.Teraakhir sekali pusat PDRI berada di Banda Aceh,karena Aceh merupakan wilayah yang merdeka dan berdaulat penuh yang tidak mampu dikuasai oleh belanda.Dari sinilah kemudian Mr.Syafruddin Prawiranegara yang lebih layak disebut juga sebagai Presiden NKRI ke 2 itu mengendalikan pemerintahan dalam melawan Belanda.Dan PDRI berakhir tanggal 13 Juli tahun 1949  menyusul penyerahan kekuasaanya kepada Sukarno di Yoyakarta ,pasca Belanda mengembalikan Sukarno dan kabinetnya kembali ke Yoyakarta. Dalam konteks inilah,tidak bisa dianggap enteng peranagan Aceh dan Yogyakarta dalam menyelamatkan NKRI,karenanya semestinya kedua wilayah tersebut yang bergabung dengan NKRI bukan konsekuwensi dari KMB.,perlu dihormati berbagai keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh wilayah Indonesia lainnya.

Sabtu, 04 Februari 2012

Suaro Hati - TUJUAH KOTO TALAGO DI ERA PENJAJAHAN JEPANG DAN PDRI

  1. 1. Tujuah Koto Talago di Era Penjajahan Jepang
Pasukan tentara Nippon menduduki Sumatera pada bulan Maret 1942 setelah terlebih dahulu menduduki Singapura. Mereka selanjutnya datang ke Payakumbuh sebagai “saudara tua” yang ingin membebaskan rakyat dari penjajahan Belanda.
Pada tahun 1943 Ir. Soekarno datang ke Padang Japang menemui Syeikh Abbas Abdullah dan Syeikh Mustafa Abdullah. Dalam kunjungan ini Ir. Soekarno meminta saran Syeikh Abdullah baik dalam menyikapi keberadaan Dai Nippon maupun hal-hal yang berkaitan dengan upaya mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.  Syeikh Abbas Abdullah  memberikan pandangan kepada Ir. Soekarno bahwa negara Indonesia yang sedang diperjuangkan kelak berdasarkan agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa.  Alhamdulillah setelah Indonesia merdeka Dasar Negara Indonesia Panca Sila yang disepakati menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertamanya  sebagai mana yang disarankan Syeikh Abbas Abdullah pada Soekarno  (Hikmat Israr 2009).
Kemudian hari setelah Indonesia merdeka Ir. Soekarno memberikan bantuan kepada masyarakat Padang Japang melalui Syeikh Abbas berupa atap genteng untuk Sekolah Rakyat Padang Japang yang didatangkan dari Sawahlunto. Dapat dikatakan    Sekolah Rakyat Padang Japang ini merupakan sekolah terbagus bangunannya di wilayah Lima Puluh Kota saat itu.
Dalam rangka memperkuat angkatan perang Jepang maka pemuda-pemuda Tujuah Koto Talago dilatih oleh tentara Jepang tentang ilmu kemeliteran.  Untuk itu Jepang mendidik Heiho dan Seinendan serta menyelenggarakan pendidikan Gyu Gun di Bukittinggi dan Padang. Dengan seruan Chatib Soelaeman, Ketua Pusat Pembentukan Gyun Gun dan didukung oleh para ulama melalui dalil-dalil yang mewajibkan seseorang untuk membela tanah airnya maka berduyun-duyunlah pemuda Tujuah Koto dan pemuda Sumatera Barat lainnya mengikuti seleksi Gyu Gun. Meskipun banyak peminatnya namun yang dapat diterima sangat terbatas. Gyu Gun asal Lima Puluh Koto lebih banyak ditugaskan di Kompi III Infantri (Kunizima Tai/Takahashi Tai) yang berkedudukan di Baso. Mantan-mantan perwira Gyu Gun asal Lima Puluh Kota dan Tujuah Koto diantaranya Makinuddin Hs, Azhari Abbas, Nurmatias, Amir Wahid dan Mawardi HN. Kemudian hari di awal kemerdekaan para bekas Gyu Gun tersebut memegang peran dalam menyusun dan memimpin perjuangan bersenjata di Lima Puluh Kota. (Hikmat Israr 2009).
  1. 2. Tujuah Koto Talago di Awal Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Di Tujuah Koto Talago khususnya dan Lima Puluh Kota umumnya belum banyak yang tahu tentang proklamasi ini. Masyarakat baru mengetahui Indonesia telah merdeka setelah mendengarkan pengumuman yang disampaikan oleh M. Syafi’i mantan Ketua Sumatera Tyuo Sangi In (DPRD) pada tanggal 19 Agustus 1945.
Menyambut pengumuman kemerdekaan RI tersebut maka masyarakat beramai-ramai menaikkan bendera Merah Putih. Pengibaran bendera Merah Putih pertama kali dilakukan di Suliki pada awal September 1945. Salah seorang diantara pelaku sejarah pengibaran bendera Merah Putih di Lima Puluh Kota adalah pemuda Mawardi, HN seorang bekas Bintara Gyu Gun asal Padang Japang.
Ketika para Gyu Gun dilucuti dan dipulangkan ke daerahnya masing-masing, pemuda Mawardi, HN yang saat itu menyandang pangkat Hei Cho Gyu Gun kembali ke Padang Japang. Setelah mendengar Indonesia telah merdeka dan rakyat masih ragu-ragu untuk betindak, maka Mawardi HN yang memperoleh gemblengan didikan militer di Gyu Gun Sasaki Butai Padang beserta beberapa pemuda aktivis pergerakan lainnya dengan segala keberanian berinisiatif mengumpulkan masyarakat daerahnya di lapangan sepak bola Koto Kociak. Setelah sekitar 1500-an masyarakat berhasil dihimpun, maka dengan berjalan kaki Mawardi HN memimpin barisan massa tersebut menuju Suliki yang jaraknya sekitar sembilan kilometer dari Koto Kociak, guna menaikkan bendera Merah Putih di Kantor Pemerintahan Jepang yang terdapat di Suliki.   Namun sesampai di Suliki rencana pengibaran bendera Merah Putih di Kantor Pemerintahan Jepang  tidak jadi terlaksana, karena tidak disetujui Demang Suliki. Untuk menghindari insiden dengan pihak Jepang, akhirnya diambil kebijakan  menaikkan bendera Merah  Putih pada sebuah rumah yang bersebelahan dengan kantor tersebut. ( Hikmat Israr 2009).
  1. 3. Peranan Tujuah Koto Talago di masa PDRI
PDRI  adalah singkatan dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Dibentuk di Halaban  pada tanggal 22 Desember 1948 pada hari Rabu sekitar pukul 03.00 pagi. Dasar pembentukannya dilatar belakangi karena fakumnya kepemimpinan negara setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri ditawan Belanda saat terjadinya Agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta. Saat sebelum ditawan Presiden Soekarno mengeluarkan mandat yang berbunyi “Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 pukul 06.00 pagi, Belanda telah memulai serangannya atas ibu kota Yogyakarta. Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintahan Republik Darurat di Sumatera.”
Mandat ini diterbitkan di Yogyakarta tanggal 19 Desember 1948 dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta.
Pembentukan PDRI disiarkan langsung oleh Pemancar Radio AURI yang ada di Halaban di bawah pimpinan Kolonel Udara H. Soejono, sehingga terbentuknya PDRI itu segera tersebar luas ke seluruh dunia. (H.C. Israr 1999).
Mengingat situasi yang semakin panas, karena Bukittinggi telah diduki Belanda pada tanggal 22 Desember dan Payakumbuh diduduki Belanda tanggal 23 Desember 1948, maka banyak pejabat-pejabat PDRI meninggalkan Halaban terus berjuang dan bergerak secara mobilitas. Terkadang mereka berada di Bidar Alam, Sumpur Kudus, Bangkinang, dan daerah lainnya. Akan tetapi yang menjadi basis dan pusat PDRI adalah di Koto Tinggi dan sekitarnya.
Koto Tinggi terletak sekitar 40 kilometer dari Payakumbuh dan hanya ada sebuah jalan besar yang menghubungkan Koto Tinggi dengan Payakumbuh melalui Talago. Di Koto Tinggi tinggal Menteri Kabinet dan Tokoh PDRI serta Gubernur Militer Sumatera Tengah Mr. Mhd. Rasyid dan stafnya. Semua para pemimpin yang cukup besar jumlahnya itu ditempatkan di rumah-rumah penduduk.
Berbagai negara di dunia mendesak supaya resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Indonesia agar dilaksanakan dan mendesak Belanda supaya segera mengadakan perundingan. Akhirnya terjadilah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dikenal dengan Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.  (H.C. Israr 1999).
Tidak lama setelah Persetujuan Roem-Royen, Moh. Hatta ke Bangka. Selanjutnya setelah tiba di Bangka 11 Juni 1949, Moh.Hatta kembali merencanakan pengiriman suatu delegasi untuk mencari dan menemukan Sjafruddin. Kali ini, delegasi itu mencari Sjafruddin ke tempat “persembunyiannya” di Sumatera Barat. Moh. Hatta segera membentuk sebuah delegasi yang akan dikirim untuk menemui pemimpin PDRI di Sumatera Barat. Delegasi itu terdiri atas dr. Leimena sebagai ketua, Moh. Natsir dan A. Halim sebagai anggota, serta Agus Djamal sebagai sekretaris delegasi.
Pada tanggal 2 Juli 1949, delegasi utusan Hatta sudah tiba di Padang. Mereka menginap di Hotel Muaro. Keesokan harinya tanggal 3 Juli 1949 mereka berangkat dengan konvoi  menuju Bukittinggi. Dalam perjalanan Padang-Bukittinggi  mereka masih belum mengetahui dimana            Mr. Sjafruddin berada. Baru setelah diadakan hubungan radio dari Bukittinggi untuk memberitahukan rencana kedatangan mereka diketahui bahwa tempat yang dituju itu ialah Padang Japang  (Mestika Zed 1997).
Ketua PDRI segera memberi tahu Gubernur Militer Mr. St. M. Rasjid supaya mempersiapkan tempat pertemuan yang tidak terlalu jauh dari Payakumbuh. Bupati Militer Saalah Yusuf St. Mangkuto setelah diberi tahu tentang pertemuan ini, segera menghubungi Camat Militer Kecamatan Guguk Saaduddin Sjarbani untuk mempersiapkan tempat pertemuan. Akhirnya oleh Wali Perang Nagari VII Koto Talago Dt. Rajo Panghulu ditunjuk sebuah rumah di Padang Japang menjadi tempat pertemuan antara delegasi Hatta dengan Pimpinan PDRI. (H.C. Israr 1999).
Rumah tersebut adalah Rumah Kak Djawa, sebelah kiri dari Padang Japang ke Ampang Gadang sebelum turunan Tobek Godang. Rumah ini sekarang dijadikan pustaka dan dibangun sebuah tugu peringatan bahwa di rumah tersebut pernah dilakukan suatu peristiwa bersejarah.
Setelah menginap di Payakumbuh, mereka berangkat ke Padang Japang dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan yang dilewati, mereka mendapati pohon-pohon yang dirubuhkan ke tengah jalan, jembatan-jembatan yang semuanya rusak dan rumah-rumah kosong tak berpenghuni. Setelah tiga-empat jam berjalan kaki, tiba-tiba mereka disergap gerilyawan. Mereka lantas memperkenalkan diri. Rupanya yang menghadang adalah anak buah  Mayor Thalib. Sejak itu perjalanan berlangsung lancar hingga Dangung-Dangung. (Mestika Zed 1997).
Pada tanggal 6 Juli 1949, delegasi Bangka yang dipimpin dr. Leimena itu sampai di Padang Japang yang telah ditunggu Mr.Sjafruddin Prawiranegara dan tokoh PDRI lainnya. Malam harinya diadakan perundingan antara kedua pihak. Pertemuan berlangsung sampai jauh malam dan sempat menemui jalan buntu. Subuh 7 Juni, saat pergi ke pancuran untuk mandi, dr. Halim bertemu Mr. Moh. Rasjid. Tak lama kemudian Mr.Sjafruddin Prawiranegara dan Loekman Hakim menyusul.  Saat mandi di pancuran mereka berunding secara tidak formal. Seusai mandi, mereka kembali berkumpul untuk melakukan perundingan. Dalam waktu yang singkat, sebuah masalah besar, urusan kenegaraan yang menjadi beban pikiran para politisi, ternyata bisa diselesaikan di tepian tempat mandi. Padahal perundingan sepanjang malam tidak membuahkan hasil apa-apa.  Akhirnya terjadilah perdamaian antara pihak PDRI dengan kelompok Bangka, suatu rujuk nasional yang berlangsung bukan di ibu kota, melainkan di pedalaman daerah gerilya.  Dan Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang awalnya menolak Roem-Royen menyatakan kesediaannya kembali ke Yogyakarta. (Mestika Zed 1997).
  1. 4. Syuhada warga Tujuah  Koto pada Peristiwa Situjuah
Kejadian itu dikenal dengan Peristiwa Situjuh, yaitu pembantaian para pejuang oleh Belanda. Kejadiannya tanggal 15 Januari 1949. Situjuh terletak di kaki Gunung Sago sekitar 11 kilometer dari Payakumbuh. Di antara bukit-bukit Situjuh itu terdapat lurah yang mengalir aliran air dan di tempat itu dibangun kincir air penumbuk  padi. Lurah tersebut dikenal dengan Lurah Kincir. Di lurah tersebut juga terdapat sebuah surau kepunyaan Makinuddin Hs dan sebuah rumah. Di rumah itu sejak sore 14 Januari sampai subuh 15 Januari 1949 diselenggarakan pertemuan penting para pejabat militer Sumatera Barat guna menyusun strategi perjuangan menghadapi Belanda.
Pada hari Jumat 14 Januari 1949 dari sore hingga malam peserta rapat berdatangan dari berbagai pelosok ke Lurah Kincir. Anggota rombongan terbesar yang datang  tentu saja berasal dari Koto Tinggi, pusat pemerintahan darurat untuk Sumatera Barat. Sekitar 30 orang anggota rombongan dipimpin oleh Letkol Dahlan Ibrahim, Komandan Militer Sumatera Barat yang juga menjabat Wakil Gubernur Militer. Di antara anggota rombongan Chatib Soelaeman serta Bupati Militer Arisun sudah meninggalkan Koto Tinggi pada Rabu tanggal 12 Januari.  Pada sore hari mereka baru sampai di Koto Kociak dan dijamu dengan baik di rumah Anwar ZA, yang kemudian hari menjadi Sekretaris Bupati Lima Puluh Kota. (Mestika Zed 1997). Seusai rapat yang berlangsung hingga pukul 02.00 dinihari tanggal 15 Januari 1949, sebagian peserta rapat yang tinggal dekat Situjuh kembali ke posnya masing-masing. Sementara yang  lainnya istirahat di surau yang ada di lurah tersebut. Pada saat istirahat dan tidur nyenyak karena kelelahan, ternyata diam-diam serdadu   Belanda mengepung Lurah Kincir dan melepaskan rentetan tembakan membabi buta dari atas tebing ke arah lurah. Maka tembak menembak yang tak seimbang pun terjadi dan para pejuangpun berguguran.  Sembilan pejuang gugur dan 50 orang pejuang yang kebanyakan anggota BNPK dan PMT menjadi syuhada. ( Hikmat Israr 2009).
Salah satu dari sembilan pejuang yang gugur   adalah Letda Syamsul Bahri, ZA warga VII Koto Talago.   Sedangkan Sjofyan, saudara ipar Anwar ZA  asal Koto Kociak dan beristrikan orang Padang Japang  selamat dari penyerbuan biadab tersebut.
  1. 5. Berakhirnya PDRI  di Koto Kociak
Sebelum berngkat ke Yogyakarta menemui Soekarno-Hatta, Mr. Sjafruddin Prawiranegara merasa perlu untuk mengadakan rapat umum sekali gus perpisahan dengan segenap lapisan masyarakat VII Koto Talago khususnya dan masyarakat Suliki umumnya yang dengan setia telah membantu perjuangan PDRI. Rapat umum tersebut diselenggarakan pada tanggal 7 Juli 1949 di lapangan bola kaki Koto Kociak yang dihadiri sekitar 5000-an massa rakyat. Rapat umum dipimpin oleh Wedana Militer Malik Siddik. Dalam rapat umum tersebut berbicara berturut-turut Mr.St.Moh. Rasjid, dr.Leimena, M.Natsir dan Mr.Sjafruddin Prawiranegara. Sesudah rapat umum itu, delegasi kembali ke Padang Japang. Tanggal 8 Juli 1949    Mr. Sjafruddin Prawiranegara bersama-sama delegasi Bangka berangkat meninggalkan daerah Tujuah Koto Talago menuju Yogyakarta untuk menyerahkan mandatnya. Keberangkatan rombongan dilepas dengan keharuan dan tetesan air mata rakyat. Secara bersama-sama rakyat mengantarkan rombongan sampai perbatasan Dangung-Dangung. (Hikmat Israr 2009).
Rapat umum di Koto Kociak agar mudah diingat yaitu dengan menghafal  angka 3 x 7 yang artinya, tanggal 7, bulan 7 di VII Koto Talago.  (H.C. Israr 1999). Tanggal 19 Desember kini ditetapkan pemerintah sebagai Hari Bela Negara dengan Keputusan Presiden No. 28 tanggal 2006 karena pada tanggal tersebut terbentuknya PDRI.
Di lapangan bola kaki Koto Kociak, di tepi jalan raya Koto Kociak ke Limbanang kini berdiri Tugu PDRI yang menjadi kenangan yang membanggakan daerah ini.