JAKARTA – Penasihat bidang hukum Kepresidenan tampaknya bakal dibikin
pusing lagi. Yusril Ihza Mahendra bakal mengajukan kembali materi
gugatan lain terkait kebijakan dan peraturan yang melawan undang-undang
ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut mantan Menteri Hukum dan HAM itu, tak sedikit kebijakan dan
peraturan pemerintah yang tidak sejalan dengan pandangan hukum.
’’Masih ada lagi. Tidak berhenti pada perkara yang sudah diputuskan.
Kalau memang ada penyimpangan hukum lain, harus diajukan gugatan,’’ ujar
Yusril Ihza Mahendra kepada INDOPOS melalui telepon, kemarin.
Yusril yang pernah menjabat menteri tiga kali ini mengungkapkan,
pengajuan gugatan terhadap peraturan atau kebijakan yang melawan hukum
ini lebih didasari oleh upaya menegakkan keadilan semata. Meluruskan
segala sesuatu yang memang tidak selaras dengan perundang-undangan.
Profesor hukum tata negara dari Universitas Indonesia (UI) ini
memastikan tidak ada persoalan dengan pribadi atau pun pejabat negara.
Gugatan yang diajukan sebatas pembuktian supremasi hukum. ’’Kalau kita
mengaku sebagai negara supremasi hukum, maka hukum harus ditegakkan,
tidak pilih-pilih,’’ tutur pria asli Bangka Belitung ini.
Lebih lanjut dia mengungkapkan dorongan mengajukan berbagai gugatan ke
PTUN dan MK juga didasari oleh tanggung jawab moral. Sebagai akademisi
yang memahami persoalan hukum, perlu memberikan langkah penegakan hukum.
Yusril berharap tindakan yang dilakukan dapat memberikan pemahaman
hukum yang luas bagi masyarakat. Tidak sebatas pada pejabat pemerintah,
karena memang penegakan hukum harus tetap diutamakan. ’’Jadi ini
tanggung jawab moral. Tanggung jawab keilmuan,’’ ucapnya.
Dicontohkan Yusril gugatan terkait moratorium remisi yang diajukan
Kementerian Hukum dan HAM. Peraturan itu sangat berlawanan dengan
perundang-undangan yang ada, sehingga pantas untuk dilakukan gugatan.
’’Hasil putusan itu sewajarnya menjadi pembelajaran. Terserah pemerintah
menanggapi hasil putusan yang ditetapkan pengadilan,’’ ujarnya.
Ditanya soal konflik pribadi dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny
Indrayana, tak ditanggapi Yusril. Bahkan memilih diam saat INDOPOS
mempertajam pertanyaan tersebut. ’’Saya rasa cukup itu saja, nanti bisa
telepon lagi,’’ tuturnya sambil menutup telepon.
Sementara itu, pakar hukum tata Negara UI, Mustofa Fahri mengakui ada
persoalan dalam perumusan kebijakan atau pun peraturan yang diterbitkan
pemerintah. Peraturan tersebut melawan tata perundang-undangan yang ada.
Akibatnya, banyak persoalan timbul dalam penerapan. Bahkan memancing
kontroversi dari berbagai praktisi hukum. ’’Gugatan yang diajukan Prof
Yusril adalah sebagian contoh saja,’’ tutur dosen Fakultas Hukum UI. tak
memberikan jawaban. Dua nomor telepon seluler yang biasa digunakan tak
memberikan jawaban.
Tak Paham PTUN
memberikan jawaban.
Tak Paham PTUN
Sebelumnya, mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra
menuding Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana tak paham dengan
hukum acara Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tudingan Yusril itu
terkait pernyataan Denny di media yang menyebut pemberitahuan putusan
sela dikirim melalui telepon jelas menyalahi UU PTUN.
Namun menurut Yusril, berdasarkan surat Ketua Muda Urusan Tata Usaha
Negara dari Mahkamah Agung (MA) Nomor 052/Td.TUN/III/1992 tanggal 24
Maret 1992, maka penyampaian putusan dapat dilakukan lewat teleks,
telegram, faksimili ataupun kurir langsung. ’’Yang disampaikan cukup
extrak penetapan, baru kemudian harus disusul dengan pengiriman
penetapan selengkapnya via pos,’’ kata Yusril di Jakarta, Sabtu (19/5).
Polemik antara Denny dan Yusril itu terkait putusan sela dari PTUN
Jakarta Pusat yang memerintahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Mendagri Gamawan Fauzi agar tidak mengeksekusi Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 48/P Tahun 2012 tanggal 2 Mei 2012 yang mengesahkan
pengangkatan Wagub Bengkulu Junaidi sebagai gubernur definitif
menggantikan Agusrin yang menjadi terpidana korupsi.
Menurut Yusril, dalam UU Nomor 5 Tahun tahun 1986 tentang PTUN pasal 67
ayat (2) disebutkan bahwa permohonan penundaan hanya dapat dilakukan
apabila terdapat keadaan sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan
penggugat sangat dirugikan jika ketentuan yang digugat tetap
dilaksanakan. Penundaan atau penangguhan, katanya mengutip UU PTUN,
dapat diajukan sekaligus dalam gugatan atau dapat juga terpisah.
’’Jadi permohonan penundaan sebuah keputusan dapat diproses dengan
acara cepat, apabila penggugat mengemukakan alasan bahwa jika keputusan
itu segera dilaksanakan, maka akan sangat merugikan dirinya dan mungkin
akan menimbulkan keadaan yang tak dapat dipulihkan lagi. Kalau berkas
permohonan perkara masih di tangan ketua PTUN, maka Ketua dan Panitera
berwenang menunda pelaksanaan keputusan TUN itu,’’ lanjut Yusril.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu juga mengatakan, apabila berkas sudah
di tangan majelis maka menjadi kewenangan majelis pula untuk memutus
penundaannya.
’’Dengan demikian, tidak ada kejanggalan penetapan sela Kepres 48/P Th
2012 terkait gugatan Agusrin. Semua prosedur hukam acara Tata Usaha
Negara telah dilaksanakan. Denny tidak paham hal ini,’’ katanya.
Sembari bercanda Yusril pun mengaku heran dengan pernyataan Denny yang
menunjukkan ketidakpahaman tentang hukum acara PTUN. ’’SBY saja legowo
menerima putusan TUN, kok Denny malah ngeyel,’’ pungkasnya.
Denny yang menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM, menuding putusan sela PTUN tidak sah sebab diputus pada hari yang sama dengan hari pengajuan gugatan. Dan putusan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk tertulis.
Denny yang menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM, menuding putusan sela PTUN tidak sah sebab diputus pada hari yang sama dengan hari pengajuan gugatan. Dan putusan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk tertulis.
Melalui akun twitter, Denny mengatakan, ’’Tidak ada telex/telegram pun
yang dilakukan. Penetapan menulis pemberitahuannya dengan telepon. Tidak
sah!,’’ tulis Denny dalam akun twitternya, @dennyindrayana, kemarin.
Pernyataan ini menanggapi komentar Yusril yang menyatakan penyampaian
putusan sela sudah sah sesuai UU. ’’Mengingat sifatnya 'sangat mendesak'
cara penyampaian dapat dilakukan dengan telegram/telex atau dengan
kurir,’’ tulis Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd. (rko)