Selasa, 22 Oktober 2013

Adat Sumando Manyumando

Written by Bahri Rangkayo Mulia   
Friday, 10 September 2004
Sumando adalah hubungan adat yang  terjadi antara seorang lak-laki dalam suatu suku dengan kaum keluarga suku lainnya di Minangkabau, sebagai akibat pernikahannya dengan seorang perempuan dalam suku tersebut. Maka dalam hal ini sumando manyumando ini, berdiri adat didalammnya.
1. Tantangan sumando manyumando, yang sama-sama senagari,

              nan selingkung aur,
              nan berjumbai daun, 

atau yang berbatasan tanah;

             jauh nan buliah  ditunjuakkan
             dakek nan buliah dikakokkan
             malompek lai basitumpu
             mancancang lai basangkalan,
             badiri adat tantang itu
             nan batali buliah dihirik
             nan batampuak buliah dijinjiang.

2. Sewaktu marapulai telah sampai si rumah anak daro, maka dia disambut menurut adat, disongsong dengan sirih di carano yang ditutupi kain dalamak. Sedangkan yang bertugas menyambut marapulai tersebut adalah urang sumando pula. Selanjutnya dia pulalah yang membawa marapulai naik ke atas rumah gadang serta mendudukannya di tempatnya.
3. Marapulai didudukkan ditempatnya, yaitu membelakang ke bilik dalam dan menghadap ke luar rumah, maksudnya ialah di rumah isterinya itu dia bernama urang sumando dan harus selalu bisa menempatkan diri pada posisi yang telah ditentukan. Dia tidak boleh mencampuri urusan harta pusaka dan tidak ikut bertanggung jawab didalam masalah-masalah yang timbul dalam keluarga isterinya itu, kecuali apabila dia sebagai urang sumando diajak duduk sehamparan dalam membahas sesuatu masalah yang memerlukan kehadiran urang sumando.
Dalam duduk sehamparan itupun dia harus tahu bahwa setiap kata yang dikatakannya bukanlah "kata mamak" akan "kata urang sumando". Kata mamak adalah "kata manurun", sedangkan urang sumando "kata malereng".
Sehubungan dengan kedudukannya, didalam adat disebutkan bahwa urang sumando itu adalah :




                mangabek indak arek
                mamancuang indak putuih


maksudnya adalah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, dia tidak boleh

                memakan menghabiskan
                mencencang memutuskan

dirumah nan bermamak, kampuang nan bertua. Walaupun pekerjaan baik sekalipun yang akan dilakukannya didalam rumah isterinya itu, maka wajib baginya membawa kata dengan mufakat  dengan mamak rumah. Hak mamak tersebut dilambangkan dengan tempat duduknya didalam rumah gadang, yaitu membelakang ke luar dan menghadap ke bilik dalam.
4. Urang sumando harus manyadari benar bahwa kedudukannya dirumah isterinya itu tidak berurat berakar. Statusnya sebagai urang sumando didalam adat disebutkan sebagai :

                 langau di ikua kabau
                 lacah di kaki
                 abu diatas tunggua

Seorang laki-laki di Minangkabau harus menyadari bahwa dia mempunyai dwifungsi kepemimpinan didalam hidupnya, yaitu sebagai kepala keluarga di dalam rumah isterinya dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang  sesuai dengan "kode etik" urang sumando, dan juga sebagai tanggung jawab mamak rumah dalam keluarga ibunya dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan "kode etik" mamak rumah.
Dalam tugas dwifungsinya itu hendaklah dia melaksanakan  ketentuan yang disebutkan dalam adat :

                 anak dipangku
                 kamanakan dibimbiang 

Apabila laki-laki tersebut bersikap "indak nan labiah pado bini", sehingga melalaikan tanggung jawabnya terhadap ibu, dunsanak dan kemenakannya, ataupun dia berbuat sekehendaknya dirumah anak isterinya sehingga melupakan  batas-batas wewenangnya sebagai urang sumando, maka dapatlah dikatakan bahwa laki-laki tersebut kurang :

                 batunjuak bajari

oleh ibu bapak dan mamaknya atau termasuk katagori :

                 indak baguru baraja
sebagai urang sumando. Hendaknya disadari bahwa apapun dapat terjadi dalam hidup ini, termasuk hubungan suami isteri tersebut :

                 saiyo babana, sataka bacarai
                 jikok carai nan basuo,
                 bukuak padang babalah buluah,
                 pinang pulang katampuaknyo,
                 ayam pulang ka pautan.

Bila masalah perceraian yang disebut, maka berdiri pula adat didalamnya, yaitu :

                 carai hiduik baponih surek
                 carai mati beranggun-anggun;

Terbang langau di ekor kerbau, hanyut lacah di kaki dan hilanglah abu diatas tunggul, kembalilah si laki-laki kerumah ibunya atau dunsanak lemenakannya dengan fungsi mamak rumah atau tungganai.
5. Selanjutnya apabila sumandi manyumando itu terjadi dari satu nagari ke nagari lain atau dari satu luhak ke luhak yang lain, hal itu disebut :

                 tali tarantang indak putuih
                 sangkutan tagantuang indak patah
                 indak lapuak dek hujan
                 indak lakang sabab dek paneh


Penyebutan dengan ungkapan demikian, karena orang dalam tiga luhak bila ditelusuri masih mempunyai hubungan satu sama lain, setidak-tidaknya mempunyai hubungan adat.
Ada beberapa sebutan atau julukan terhadap fungsi urang sumando itu, bila dilihat dari sudut cacad dan celanya, sedangkan dari sudut yang terbaik hanya satu julukan yaitu :

                 "urang sumando ninik mamak"
yang sangat didambakan semua pihak.
Adapun pengertian urang sumando ninik mamak antara lain adalah :

                 kok kusuik sato manyalasaikan
                 kok karuah sato mampajaniahan

Bila terjadi silang selisih dalam rumah nan bermamak.
                 kaganti bumi dengan langik
                 kaganti cincin dengan gelang

                 payuang panji tampek balinduang
                 kaganti si tawa jo si dingin

                 panjang nan ka mangarek
                 singkek nan mambilai.

Untuk itulah diperlukan pengertian tentang falsafah yang terkandung di dalam pakaian kebesaran tersebut.
Maka semua hal itu hanya dapat diketahui anak kemanakan yang muda-muda, apabila diterangkan oleh  seorang mamak kepada mereka. Seangkan mamak tersebut barulah akan dapat memberikan ajarannya apabila dia sendiri sudah menghayati pula tentunya.
Sumber :  Buletin Sungai Puar  24 maret 1988
Disadur oleh  : Erwin Moechtar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar