Jumat, 28 September 2012
Suaro hati - Semangat Gus Dur Terus Tertanam Kuat
Asep Abdullah /SM / IM
Sebagai bentuk kecintaan memiliki sosok seperti K.H Abdurahman Wahid atau biasa dikenal dengan Gus Dur, sejumlah warga Solo menggelar malam renungan dan doa di Gladag, Jalan Slamet Riyadi, malam pukul 19.30.
Ya, pada Rabu (26/9) ini, tepat seribu hari wafatnya sosok yang kemudian terkenal dengan sebutan Bapak Pluralisme Indonesia itu. Dalam keheningan sesaat, sejumlah warga yang mempunyai latar belakang berbeda itu, menundukkan kepala dan menengadahkan kedua tangan. Sebelumnya, lantunan lagu Gugur Bunga dibarengi petikan gitar mengawali acara bertema “1000 Hari Gus Dur”.
Berkali-kali dalam ceramah ringannya, mantan Ketua Lembaga Perdamaian Lintas Agama dan Golongan Kota Surakarta 2000-2012, Ir H Almunawar M.Si yang sekaligus dituakan menyerukan, jika sosok Gus Dur tidak ada duanya di Indonesia. Bahkan dikenal hingga seantero dunia.
“Rindu, pasti. Bahkan sangat rindu sosok beliau. Rindu ini sepadan. Karena semangat beliau masih tertanam kuat di lubuk hati saya dan Anda. Semangat mencintai perbedaan,” terangnya lantang pada para peserta.
Almunawar mengharapkan, dengan peringatan seribu hari wafatnya mantan Presiden Republik Indonesia (RI) itu, dapat menjadi momentum penting lahirnya sosok-sosok serupa Gus Dur. Menurutnya, saat ini sangat dibutuhkan di Bumi Pertiwi. Mengingat beberapa kali terjadi gesekan gara-gara perbedaan pendapat dan pandangan.
“Coba ada Gus Dur, beliau pasti menjadi orang nomor satu yang berada di garis depan untuk membuat suasana penuh keharmonisan,” ungkap dia.
Masih menurut dia, sosok seperti Gus Dur tidak rela Indonesia yang sudah merdeka sejak 1945, pecah gara-gara perbedaan pendapat, pandangan maupun golongan. Apalagi saat ini kemajuan zaman semakin nyata, sehingga sosok terbuka dan peduli pada perbedaan sangat dibutuhkan di Indonesia.
“Sebenarnya bukan tidak ada, tapi belum muncul. Semangat berjuangnya melebihi orang yang memiliki kesempurnaan fisik. Jalinan ukhuwah pada siapapun sangat kuat,” jelasnya mambara.
Tidak berbeda dengan seorang warga Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Aditya Cakasana. Pria paruh baya itu sesekali memandang foto atau poster Gus Dur di sampingnya. Bahkan setelah itu dia tampak menundukkan kepala. “Saya kagum sama beliau, makanya saya datang ke sini,” akunya.
Penggagas acara Presiden Komunitas Republik Aeng-aeng, Mayor Haristanto mengaku sengaja mengadakan acara itu untuk menumbuhkan kembali semangat Gusdurisme atau semangat menjunjung tinggi perbedaan yang ada di Indonesia. “Kalau bukan kita siapa lagi. Semoga seribu harinya baliau menjadikan kita mengerti arti pluralisme sebenarnya,” harapnya.
Sebagai bentuk kecintaan memiliki sosok seperti K.H Abdurahman Wahid atau biasa dikenal dengan Gus Dur, sejumlah warga Solo menggelar malam renungan dan doa di Gladag, Jalan Slamet Riyadi, malam pukul 19.30.
Ya, pada Rabu (26/9) ini, tepat seribu hari wafatnya sosok yang kemudian terkenal dengan sebutan Bapak Pluralisme Indonesia itu. Dalam keheningan sesaat, sejumlah warga yang mempunyai latar belakang berbeda itu, menundukkan kepala dan menengadahkan kedua tangan. Sebelumnya, lantunan lagu Gugur Bunga dibarengi petikan gitar mengawali acara bertema “1000 Hari Gus Dur”.
Berkali-kali dalam ceramah ringannya, mantan Ketua Lembaga Perdamaian Lintas Agama dan Golongan Kota Surakarta 2000-2012, Ir H Almunawar M.Si yang sekaligus dituakan menyerukan, jika sosok Gus Dur tidak ada duanya di Indonesia. Bahkan dikenal hingga seantero dunia.
“Rindu, pasti. Bahkan sangat rindu sosok beliau. Rindu ini sepadan. Karena semangat beliau masih tertanam kuat di lubuk hati saya dan Anda. Semangat mencintai perbedaan,” terangnya lantang pada para peserta.
Almunawar mengharapkan, dengan peringatan seribu hari wafatnya mantan Presiden Republik Indonesia (RI) itu, dapat menjadi momentum penting lahirnya sosok-sosok serupa Gus Dur. Menurutnya, saat ini sangat dibutuhkan di Bumi Pertiwi. Mengingat beberapa kali terjadi gesekan gara-gara perbedaan pendapat dan pandangan.
“Coba ada Gus Dur, beliau pasti menjadi orang nomor satu yang berada di garis depan untuk membuat suasana penuh keharmonisan,” ungkap dia.
Masih menurut dia, sosok seperti Gus Dur tidak rela Indonesia yang sudah merdeka sejak 1945, pecah gara-gara perbedaan pendapat, pandangan maupun golongan. Apalagi saat ini kemajuan zaman semakin nyata, sehingga sosok terbuka dan peduli pada perbedaan sangat dibutuhkan di Indonesia.
“Sebenarnya bukan tidak ada, tapi belum muncul. Semangat berjuangnya melebihi orang yang memiliki kesempurnaan fisik. Jalinan ukhuwah pada siapapun sangat kuat,” jelasnya mambara.
Tidak berbeda dengan seorang warga Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Aditya Cakasana. Pria paruh baya itu sesekali memandang foto atau poster Gus Dur di sampingnya. Bahkan setelah itu dia tampak menundukkan kepala. “Saya kagum sama beliau, makanya saya datang ke sini,” akunya.
Penggagas acara Presiden Komunitas Republik Aeng-aeng, Mayor Haristanto mengaku sengaja mengadakan acara itu untuk menumbuhkan kembali semangat Gusdurisme atau semangat menjunjung tinggi perbedaan yang ada di Indonesia. “Kalau bukan kita siapa lagi. Semoga seribu harinya baliau menjadikan kita mengerti arti pluralisme sebenarnya,” harapnya.
Minggu, 23 September 2012
Menguji Daya Tarik Partai
M Alfan Alfian ; Dosen
Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas), Jakarta
Sumber : SINDO, 14
Juni 2012
Diberitakan,
Partai Nasional Demokrat (Nas-Dem) akan membuat strategi terobosan dalam
pencalegan Pemilu 2014 yakni dengan melarang pemungutan biaya kepada setiap
caleg. Partai ini juga akan merekrut tokoh-tokoh potensial dan membantu modal
pembiayaannya.
Strategi
demikian merupakan upaya NasDem mengerucutkan daya tarik. Inilah salah satu
potret bagaimana partai politik bersiap menuju 2014. Bagi partai baru seperti
NasDem, targetnya, ia harus eksis, punya pendukung jelas, dan terkuantifikasi
secara nyata pada 2014. Pemilu akan menguji seberapa jauh kekuatan nyata NasDem
sebagai partai. Sementara bagi partai lama, targetnya tidak hanya eksis, tetapi
juga survive, dalam arti mereka
berjuang untuk tetap bertahan dan meningkatkan jumlah kursinya di parlemen.
Dalam konteks Indonesia, ada dua hal yang selalu mengemuka dalam daya tarik partai-partai. Pertama,tokoh. Kedua, kegiatan partai. Bagi partai baru yang belum kuat institusionalisasi partainya, tokoh menjadi sangat penting. Kultur politik Indonesia masih belum lepas dari patrimonialisme. Tokoh, karenanya, bahkan, dalam kondisi tertentu, dipandang lebih penting ketimbang kendaraan pengusungnya.
Bagi partai lama, tokoh juga penting, tetapi yang tak kalah pentingnya, dan ini cukup mendasar, bagaimana kelembagaan partainya efektif. Setidaknya, partai-partai itu sistemnya sudah jalan, identitas kepartaiannya sudah tertanam, dan ia sudah punya citra tersendiri.
Partai-partai lama dan baru sekarang lebih bercorak “catchall parties”, bukan partai segmental seperti yang beridentitas “agama”. Pasar politik “catch-all” atau meminjam istilah Ichlasul Amal “campur baur” ini masih demikian terbuka, cair, dan menentukan. Dukungan terhadap partaipartai “catch-all” mapan karena bisa berubah-ubah.
Tren Survei
Hasil-hasil survei popularitas dan elektabilitas partai-partai, terlepas dari motif penyelenggaranya, penting untuk dibaca secara kritis. Survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) misalnya perlu dicermati. Survei yang dilakukan pada 14–24 Mei 2014 itu melibatkan 2.192 responden di 33 provinsi yang mencakup 163 kabupaten/ kota dengan metode “stratified random sampling”.
Hasilnya, Partai Golkar paling banyak dipilih responden (23%). Selanjutnya, PDIP(19,6%), Partai Demokrat (10,7%), Partai Gerindra (10,5%), PKS (6,9%), NasDem (4,8%), PPP (3%), Partai Hanura (2,7%), PAN (2,2%), dan PKB (2%). Sedangkan 0,6% responden memilih partai lain. Berdasarkan ketentuan parliamentary threshold 3,5%, hanya enam partai yang lolos ke Senayan.
Dari survei itu, alasan responden dalam memilih partai karena “tokoh dan pimpinan partai” (18,2%), atau terbesar kedua setelah kriteria dekat dengan rakyat (21,3%). Manakala membaca survei-survei lain, tiga partai utama yakni Partai Golkar, PDIP, dan Partai Demokrat saling bersaing ketat di urutan pertama sampai ketiga. Dalam survey-survei itu tren Demokrat masih bertahan walaupun suaranya anjlok.
Demokrat memang partai yang tengah menjadi sorotan saat ini, menyusul kasus-kasus hukum para oknum politiknya. Wajar manakala responden kritis terhadap partai penguasa ini. Berbagai ulasan mengemuka seiring dengan fenomena anjloknya Demokrat, yang dalam survei SSS hanya memperoleh 10,7%, mengedepankan alasan utamanya, selalu dikaitkan dengan kasus-kasus yang menjadi sorotan publik.
Tetapi, seolah-olah melupakan tren kemerosotannya yang sangat terkait dengan anjloknya prestasi kerja dan popularitas pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai hasil survei mempertegas tren anjloknya popularitas pemerintah. Hal ini berdampak pada pergeseran preferensi publik terhadap Demokrat. Yang juga perlu dicermati ialah, kekompakan internal yang kurang tampak di Demokrat.
Beberapa politisinya bahkan kontraproduktif komunikasi politiknya. Dari sisi ini publik menyorot gradasi kualitas kader-kadernya yang ada di elite kekuasaan. Padahal, sesungguhnya partai ini telah cukup berjalan baik dalam konteks institusionalisasinya, di mana Ketua Umum Anas Urbaningrum telah berupaya menjalankan fungsi keorganisasian dengan baik.
Sementara Partai Golkar tampak jauh lebih solid walaupun kontroversi dukungan calon presiden sempat menyeruak. Kendati demikian, strategi kampanye ganda yakni partai sekaligus tokoh (Aburizal Bakrie) yang dilakukan lebih awal ketimbang partaipartai lain merupakan eksperimen politik yang bukan tanpa konsekuensi. Kalau tidak hati-hati dan cermat dalam melangkah, tokoh malah bisa menjadi faktor negatif bagi partai.
Kekuatan tokoh itulah yang menjadi problem Partai Golkar saat ini. Popularitas dan elektabilitas Aburizal Bakrie perlu terus digenjot. Itu bukanlah perkara yang mudah. PDIP, di sisi lain, tampak mengalami problem stagnasi. Seperti belum ada yang berubah dari partai ini. Namun, figur Megawati Soekarnoputri masih elektabel. Partai ini perlu membuat terobosan-terobosan kreatif, belajar pada pengalaman kemenangannya pada 1999, agar semakin aktual.
Trust dan Kreativitas
Trust atau kepercayaan penting untuk dijaga, bahkan diraih melalui kreativitas. Cara elite-elite partai untuk mengemas, lebih tepatnya, membawa atau mengelola partainya sehingga menumbuhkan daya tarik perlu terus diuji. Pertama, apakah caranya melanggar ketentuan hukum atau tidak. Kedua, etis atau tidak. Yang pertama ranahnya lebih ketat ketimbang yang kedua, tetapi jangka panjang, eksistensi dan survivalitas partai ditentukan yang kedua.
Masing-masing partai punya problem tersendiri dari skala prioritasnya. Partai-partai besar lebih berupaya untuk menghilangkan ganjalan-ganjalan yang menghambatnya. Partai-partai menengah dan kecil berupaya memperkencang laju politiknya. Namun, semuanya dituntut untuk bisa bekerja secara wajar dan etis. Etika politik semakin penting dalam menggalang dukungan, mengingat mengemuka kecenderungan etis di ranah publik di tengah-tengah arus pragmatisme-transaksional.
Sekarang partai-partai tengah beradu strategi untuk merebut dukungan publik. Kompetisi antarpartai merupakan pertarungan pengaruh atau kepercayaan dari berbagai sudut pandang. Beragam daya tarik dikedepankan. Publik semakin dihadapkan beragam alternatif. Tampaknya, yang paling wajar dan etislah, yang paling berpeluang. Wallahua’lam. ●
Dalam konteks Indonesia, ada dua hal yang selalu mengemuka dalam daya tarik partai-partai. Pertama,tokoh. Kedua, kegiatan partai. Bagi partai baru yang belum kuat institusionalisasi partainya, tokoh menjadi sangat penting. Kultur politik Indonesia masih belum lepas dari patrimonialisme. Tokoh, karenanya, bahkan, dalam kondisi tertentu, dipandang lebih penting ketimbang kendaraan pengusungnya.
Bagi partai lama, tokoh juga penting, tetapi yang tak kalah pentingnya, dan ini cukup mendasar, bagaimana kelembagaan partainya efektif. Setidaknya, partai-partai itu sistemnya sudah jalan, identitas kepartaiannya sudah tertanam, dan ia sudah punya citra tersendiri.
Partai-partai lama dan baru sekarang lebih bercorak “catchall parties”, bukan partai segmental seperti yang beridentitas “agama”. Pasar politik “catch-all” atau meminjam istilah Ichlasul Amal “campur baur” ini masih demikian terbuka, cair, dan menentukan. Dukungan terhadap partaipartai “catch-all” mapan karena bisa berubah-ubah.
Tren Survei
Hasil-hasil survei popularitas dan elektabilitas partai-partai, terlepas dari motif penyelenggaranya, penting untuk dibaca secara kritis. Survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) misalnya perlu dicermati. Survei yang dilakukan pada 14–24 Mei 2014 itu melibatkan 2.192 responden di 33 provinsi yang mencakup 163 kabupaten/ kota dengan metode “stratified random sampling”.
Hasilnya, Partai Golkar paling banyak dipilih responden (23%). Selanjutnya, PDIP(19,6%), Partai Demokrat (10,7%), Partai Gerindra (10,5%), PKS (6,9%), NasDem (4,8%), PPP (3%), Partai Hanura (2,7%), PAN (2,2%), dan PKB (2%). Sedangkan 0,6% responden memilih partai lain. Berdasarkan ketentuan parliamentary threshold 3,5%, hanya enam partai yang lolos ke Senayan.
Dari survei itu, alasan responden dalam memilih partai karena “tokoh dan pimpinan partai” (18,2%), atau terbesar kedua setelah kriteria dekat dengan rakyat (21,3%). Manakala membaca survei-survei lain, tiga partai utama yakni Partai Golkar, PDIP, dan Partai Demokrat saling bersaing ketat di urutan pertama sampai ketiga. Dalam survey-survei itu tren Demokrat masih bertahan walaupun suaranya anjlok.
Demokrat memang partai yang tengah menjadi sorotan saat ini, menyusul kasus-kasus hukum para oknum politiknya. Wajar manakala responden kritis terhadap partai penguasa ini. Berbagai ulasan mengemuka seiring dengan fenomena anjloknya Demokrat, yang dalam survei SSS hanya memperoleh 10,7%, mengedepankan alasan utamanya, selalu dikaitkan dengan kasus-kasus yang menjadi sorotan publik.
Tetapi, seolah-olah melupakan tren kemerosotannya yang sangat terkait dengan anjloknya prestasi kerja dan popularitas pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai hasil survei mempertegas tren anjloknya popularitas pemerintah. Hal ini berdampak pada pergeseran preferensi publik terhadap Demokrat. Yang juga perlu dicermati ialah, kekompakan internal yang kurang tampak di Demokrat.
Beberapa politisinya bahkan kontraproduktif komunikasi politiknya. Dari sisi ini publik menyorot gradasi kualitas kader-kadernya yang ada di elite kekuasaan. Padahal, sesungguhnya partai ini telah cukup berjalan baik dalam konteks institusionalisasinya, di mana Ketua Umum Anas Urbaningrum telah berupaya menjalankan fungsi keorganisasian dengan baik.
Sementara Partai Golkar tampak jauh lebih solid walaupun kontroversi dukungan calon presiden sempat menyeruak. Kendati demikian, strategi kampanye ganda yakni partai sekaligus tokoh (Aburizal Bakrie) yang dilakukan lebih awal ketimbang partaipartai lain merupakan eksperimen politik yang bukan tanpa konsekuensi. Kalau tidak hati-hati dan cermat dalam melangkah, tokoh malah bisa menjadi faktor negatif bagi partai.
Kekuatan tokoh itulah yang menjadi problem Partai Golkar saat ini. Popularitas dan elektabilitas Aburizal Bakrie perlu terus digenjot. Itu bukanlah perkara yang mudah. PDIP, di sisi lain, tampak mengalami problem stagnasi. Seperti belum ada yang berubah dari partai ini. Namun, figur Megawati Soekarnoputri masih elektabel. Partai ini perlu membuat terobosan-terobosan kreatif, belajar pada pengalaman kemenangannya pada 1999, agar semakin aktual.
Trust dan Kreativitas
Trust atau kepercayaan penting untuk dijaga, bahkan diraih melalui kreativitas. Cara elite-elite partai untuk mengemas, lebih tepatnya, membawa atau mengelola partainya sehingga menumbuhkan daya tarik perlu terus diuji. Pertama, apakah caranya melanggar ketentuan hukum atau tidak. Kedua, etis atau tidak. Yang pertama ranahnya lebih ketat ketimbang yang kedua, tetapi jangka panjang, eksistensi dan survivalitas partai ditentukan yang kedua.
Masing-masing partai punya problem tersendiri dari skala prioritasnya. Partai-partai besar lebih berupaya untuk menghilangkan ganjalan-ganjalan yang menghambatnya. Partai-partai menengah dan kecil berupaya memperkencang laju politiknya. Namun, semuanya dituntut untuk bisa bekerja secara wajar dan etis. Etika politik semakin penting dalam menggalang dukungan, mengingat mengemuka kecenderungan etis di ranah publik di tengah-tengah arus pragmatisme-transaksional.
Sekarang partai-partai tengah beradu strategi untuk merebut dukungan publik. Kompetisi antarpartai merupakan pertarungan pengaruh atau kepercayaan dari berbagai sudut pandang. Beragam daya tarik dikedepankan. Publik semakin dihadapkan beragam alternatif. Tampaknya, yang paling wajar dan etislah, yang paling berpeluang. Wallahua’lam. ●
Suaro hati - NasDem Cari 200 Caleg DPR
Jefrrie: Tak Perlu Keluar Duit, Dibiayai Partai
Padang, Padek—Partai
Nasional Demokrat (NasDem) tak main-main membuat perubahan dalam
tntanan kehidupan bernegara. Sedikitnya, 200 calon legislatif (caleg)
DPR RI terbaik disiapkan melalui seleksi ketat dimulai Januari 2013
mendatang.
Demikian terungkap dalam
rapat konsolidasi dan halal bi halal DPW Partai NasDem Sumbar di
Basko Hotel, tadi malam. Rapat konsolidasi ini dihadiri Sekretaris
Majelis Nasional Partai NasDem, Jeffrie Geovanie, Sekjen DPP
Ahmad Rofiq, Ketua DPP Bidang Internal Endang Tirtana, dan pengurus
teras Partai NasDem lainnya.
“Mulai Januari 2013, kita
akan membikin iklan di seluruh koran di Indonesia berisikan Partai
NasDem akan mencari orang-orang jujur, tidak pernah tersangkut korupsi,
memiliki integritas, kredibilitas dan sejumlah persyaratan
lainnya. Tak meski tokoh untuk disiapkan menjadi caleg DPR RI.
Nantinya, mereka akan kita seleksi melalui human resources Partai NasDem,” kata Jeffrie.
Sebanyak 200 calon terbaik,
tambah mantan anggota DPR RI asal daerah pemilihan (dapil) Sumbar I
ini, akan disiapkan menjadi caleg DPR RI Partai NasDem dalam Pemilu
2014 mendatang. Mereka tak perlu membayar biaya selama pencalegan,
semua akan dibiayai partai. Sekitar Maret 2013-April 2014 mereka akan
disebar ke 77 dapil se-Indonesia.
Tak sekadar gratis, selama di lapangan mereka juga akan ditandem dengan seorang campaign manager,
dan 15 orang staf tergantung kondisi daerah pemilihan. Mereka akan
berada di dapil menjalankan program-program sudah disusun campaign
manager setiap harinya.
“Seminggu setiap dua
sekali, mereka boleh meninggalkan dapil. Ini akan berlangsung
sampai April 2014 mendatang. Mereka-mereka inilah menjalankan
serangan darat Partai NasDem di daerah, setelah sekarang ini hanya
fokus menjalankan serangan udara melalui media elektronik,” tambah
mantan calon gubernur Sumbar 2005 lalu.
Coba bayangkan, tambah
Jeffrie, kalau orang-orang ini berhasil duduk di parlemen. Pastilah
mereka akan mampu memberi perubahan dan menjalankan tugas pengawasan
terhadap jalannya pemerintahan.
Lalu berapa biaya
masing-masing caleg tersebut? Diakui Jeffrie, memang cukup besar. Sebab,
harus mengorbitkan orang yang belum menjadi apa-apanya, menjadi
dikenal publik. Paling kurang bakal menelan biaya Rp 9-10 miliar.
Selain mengandalkan kas parpol, juga akan meminta bantuan donatur
yang jelas juga kapasitas dan kapabilitasnya.
Dalam acara dihadiri hampir
seluruh pengurus DPW Partai NasDem Sumbar, DPD, DPC itu, Jeffrie
mengimbau kepada seluruh pengurus DPW dan DPD segera menyiapkan
caleg sementara. Nantinya, caleg ini akan ditandemkan dengan
caleg DPR RI tadi.
Di sisi lain, Sekjen DPP
Partai NasDem, Ahmad Rofiq mengingatkan pengurus Partai NasDem jangan
berpuas diri usai menuntaskan pendaftaran vertifikasi faktual ke KPU.
Sebab, sekarang ini Partai NasDem belum apa-apanya dan belum ada
ketetapan KPU bahwa Partai NasDem mengikuti Pemilu 2014.
“Kita sekarang belum ada
apa-apanya, makanya seluruh pengurus Partai NasDem tetap rendah diri dan
bergerak cepat. Segera indentifikasi siapa-siapa saja berpotensi
menjadi caleg. Kalau pengurus tentu sudah memiliki hak khusus, namun
bagaimana pun kita tetap membuka diri terhadap SDM-SDM berkualitas di
luar pengurus partai,” katanya.
Di tempat yang sama, Wakil
Ketua Bidang Internal DPW Partai NasDem Sumbar Yosmeri Yusuf optimistis
Partai NasDem bakal mampu meraup hasil maksimal dalam Pemilu 2014
mendatang. (*)
[ Red/Administrator ]
Kantor DPC Nasdem di Tual Dilempar Bom
Wahyu Sabda Kuncoro
Liputan6.com, Tual: Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Nasional Demokrat di Kota Tual, Maluku, dilempar bom oleh orang tak dikenal, Ahad (16/9) dini hari. "Iya benar, DPC Nasdem Dulla Utara dibom oleh orang tak dikenal," kata Ketua DPD Partai Nasdem Kota Tual, Ali Renhoran, saat dihubungi wartawan di Jakarta.
Dia menjelaskan, ledakan yang diduga berasal dari bom rakitan itu tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, kaca-kaca kantor pecah dan hancur berserakan. "Bomnya rakitan. Menurut saksi, pelaku menggunakan sepeda motor dan melempar bom ke arah kantor DPC," kata Ali.
Ketika ditanya dugaan sementara motif dari pelemparan bom ke kantor yang berlokasi di Desa Viditan, Kecamatan Dulla Utara tersebut, Ali enggan berkomentar lebih jauh. Dia mengaku belum mengetahui motif dari kejadian itu dan menyerahkannya kepada pihak berwajib.(ADO)
Liputan6.com, Tual: Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Nasional Demokrat di Kota Tual, Maluku, dilempar bom oleh orang tak dikenal, Ahad (16/9) dini hari. "Iya benar, DPC Nasdem Dulla Utara dibom oleh orang tak dikenal," kata Ketua DPD Partai Nasdem Kota Tual, Ali Renhoran, saat dihubungi wartawan di Jakarta.
Dia menjelaskan, ledakan yang diduga berasal dari bom rakitan itu tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, kaca-kaca kantor pecah dan hancur berserakan. "Bomnya rakitan. Menurut saksi, pelaku menggunakan sepeda motor dan melempar bom ke arah kantor DPC," kata Ali.
Ketika ditanya dugaan sementara motif dari pelemparan bom ke kantor yang berlokasi di Desa Viditan, Kecamatan Dulla Utara tersebut, Ali enggan berkomentar lebih jauh. Dia mengaku belum mengetahui motif dari kejadian itu dan menyerahkannya kepada pihak berwajib.(ADO)
Nasdem Lahir untuk Ikut Pemilu 2014
BANDUNG, (PRLM).- Partai Nasional Demokrat (Nasdem) lahir untuk ikut Pemilu 2014. Keputusan mendirikan parpol itu dikatakannya karena konstitusi memberikan hak dan keuntungan yang luar biasa pada parpol. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Nasional DPP Partai Nasdem Surya Paloh pada pelantikan pengurus cabang dan anak ranting di wilayah Bandung Raya dan Sumedang, di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Jl. Tamansari Kota Bandung, Minggu (16/9).
Dikatakannya misi perubahan yang dibawa Nasdem pun bisa diterapkan bila mereka ada di dalam lingkaran politik nasional itu dan akan menggantikan parpol yang tidak bertanggung jawab atas keuntungan yang dimiliki.
"Mulai hak pillih walikota, bupati, gubernur, presiden, panglima TNI, duta besar, dan mengubah UU. Kalau parpol menyatakan mereka tidak ikut tanggung jawab terhadap masalah di tengah kehidupan bangsa, saya ingin ingatkan, itulah parpol yang mau digantikan Nasdem," tuturnya.
Karena itu, ia menghimbau ke pengurus dan kader yang baru dilantik kemarin supaya bisa memperjuangkan pileg di Jabar supaya hasilnya bisa signifikan secara nasional. Seperti juga parpol lainnya, Partai Nasdem menargetkan menang di pemilu 2014.
Menurut Ketua DPW Partai Nasdem Jabar Rustam Effendy, setelah melantik pengurus di wilayah Bandung Raya ditambah Sumedang, ada empat wilayah lagi yang juga akan dilantik. Keempatnya adalah wilayah Priangan Timur pada 14 Oktober, Bogor Raya pada 4 November, Cirebon pada 17 November, dan wilayah Karawang pada 2 Desember.
Sementara Ketua Dewan Pakar DPP Partai Nasdem Hary Tanoesoedibjo, partai yang dibentuk setelah adanya ormas Nasdem itu tidak akan meminta uang ke caleg, malahan akan memberikan dukungan dana ke caleg saat berkampanye. Caleg berkualitas, dikatakannya sering merupakan figur yang tidak memiliki modal besar untuk membiayai kegiatan politiknya sehingga partai akan bertanggung jawab untuk itu.
"Tetapi tentu saja partai tidak akan memberikan uang cash karena akan merusak mental. Tetapi dia difasilitasi diberikan kegiatan, diberikan promosi di media, dan diberikan atribut-atribut kampanye," ujar Hary. (A-160/A-26).***
Langganan:
Postingan (Atom)