Sebagai bentuk kecintaan memiliki sosok seperti K.H Abdurahman Wahid atau biasa dikenal dengan Gus Dur, sejumlah warga Solo menggelar malam renungan dan doa di Gladag, Jalan Slamet Riyadi, malam pukul 19.30.
Ya, pada Rabu (26/9) ini, tepat seribu hari wafatnya sosok yang kemudian terkenal dengan sebutan Bapak Pluralisme Indonesia itu. Dalam keheningan sesaat, sejumlah warga yang mempunyai latar belakang berbeda itu, menundukkan kepala dan menengadahkan kedua tangan. Sebelumnya, lantunan lagu Gugur Bunga dibarengi petikan gitar mengawali acara bertema “1000 Hari Gus Dur”.
Berkali-kali dalam ceramah ringannya, mantan Ketua Lembaga Perdamaian Lintas Agama dan Golongan Kota Surakarta 2000-2012, Ir H Almunawar M.Si yang sekaligus dituakan menyerukan, jika sosok Gus Dur tidak ada duanya di Indonesia. Bahkan dikenal hingga seantero dunia.
“Rindu, pasti. Bahkan sangat rindu sosok beliau. Rindu ini sepadan. Karena semangat beliau masih tertanam kuat di lubuk hati saya dan Anda. Semangat mencintai perbedaan,” terangnya lantang pada para peserta.
Almunawar mengharapkan, dengan peringatan seribu hari wafatnya mantan Presiden Republik Indonesia (RI) itu, dapat menjadi momentum penting lahirnya sosok-sosok serupa Gus Dur. Menurutnya, saat ini sangat dibutuhkan di Bumi Pertiwi. Mengingat beberapa kali terjadi gesekan gara-gara perbedaan pendapat dan pandangan.
“Coba ada Gus Dur, beliau pasti menjadi orang nomor satu yang berada di garis depan untuk membuat suasana penuh keharmonisan,” ungkap dia.
Masih menurut dia, sosok seperti Gus Dur tidak rela Indonesia yang sudah merdeka sejak 1945, pecah gara-gara perbedaan pendapat, pandangan maupun golongan. Apalagi saat ini kemajuan zaman semakin nyata, sehingga sosok terbuka dan peduli pada perbedaan sangat dibutuhkan di Indonesia.
“Sebenarnya bukan tidak ada, tapi belum muncul. Semangat berjuangnya melebihi orang yang memiliki kesempurnaan fisik. Jalinan ukhuwah pada siapapun sangat kuat,” jelasnya mambara.
Tidak berbeda dengan seorang warga Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Aditya Cakasana. Pria paruh baya itu sesekali memandang foto atau poster Gus Dur di sampingnya. Bahkan setelah itu dia tampak menundukkan kepala. “Saya kagum sama beliau, makanya saya datang ke sini,” akunya.
Penggagas acara Presiden Komunitas Republik Aeng-aeng, Mayor Haristanto mengaku sengaja mengadakan acara itu untuk menumbuhkan kembali semangat Gusdurisme atau semangat menjunjung tinggi perbedaan yang ada di Indonesia. “Kalau bukan kita siapa lagi. Semoga seribu harinya baliau menjadikan kita mengerti arti pluralisme sebenarnya,” harapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar