Minggu, 08 Januari 2012

Suaro Hati - RI Tak Perlu Minta Maaf ke Papua Nugini

 
Sabtu, 7 Januari 2012

VIVAnews - Sebuah insiden terjadi di langit Indonesia pada 29 November 2011. Saat itu, pesawat TNI Angkatan Udara mendekati pesawat asing yang membawa Deputi Perdana Menteri Papua Nugini, Belden Namah. Dengan alasan, ada permasalahan teknis dalam flight clearance.

Kasus ini mengemuka kemarin, saat ABC Radio Australia memberitakan, dua pesawat militer Indonesia hampir bertabrakan dengan pesawat jet yang ditumpangi wakil PM dan para pejabat senior Papua Nugini. Kala itu mereka baru pulang dari tugas di Malaysia. Juga disebut, Papua Nugini murka dan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Terkait hal itu, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Hartind Asrin mengatakan, itu adalah bagian tugas TNI AU. "Mereka mendeteksi ada pesawat tak dikenal melintas teritori Indonesia, kedaulatan Indonesia. Langsunglah pesawat tempur kita, Sukhoi terbang dalam jarak 3 mil," kata dia, Sabtu 7 Desember 2011.

Dia menambahkan, semua pesawat yang melewati teritori ini harus memiliki izin. "Kalau tidak punya maka dinyatakan intercept. Intercept itu istilahnya pesawat ini akan kita perintahkan mendarat lalu diperiksa di bawah."

Namun, peristiwa saat itu, pesawat tak sampai harus turun ke bawah.  "Setelah diadakan komunikasi antar pilot. Setelah mendapat konfirmasi dan mengecek kode di lambung pesawat ternyata benar, ok go ahead," kata dia.

Setelah dicek, Hartind menambahkan, ternyata ada suratnya. Ternyata terjadi keterlambatan kedatangan surat security clearance. Namun, "apapun ceritanya kalau ada kapal melintas di wilayah Indonesia tanpa izin, intercept," tegas dia.

Pihak Indonesia pun tak perlu minta maaf. "Tidak ada minta maaf dari pihak kita. Kita tidak intercept dia, kita hanya shadowing dia, bayang-bayangi saja."

Hartind juga membantah ada ancaman dari pihak Papua Nugini, bahwa mereka akan mengirim pulang duta besar kita. "Itu omong kosong. Tidak benar. Saya sudah cek."

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa juga telah memanggil Duta Besar Papua Nugini di Jakarta, Peter Ilau, untuk menjelaskan masalah intersepsi ini pada Jumat sore, 6 Januari 2012.
Dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Kementerian Luar Negeri menjelaskan, langkah-langkah yang dilakukan Indonesia, dalam hal ini TNI Angkatan Udara untuk melakukan intersepsi terhadap pesawat dimaksud telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia dan di negara-negara lain pada umumnya.
"Hal ini dilakukan karena terdapat perbedaan data antara flight clearance yang dimiliki Kohanudnas dan hasil tangkapan radar bandara maupun radar Kohanudnas. Intersepsi yang dilakukan oleh pesawat TNI AU sesuai dengan prosedur dan tidak pernah membahayakan pesawat dimaksud."

Dan atas penjelasan Menteri Luar Negeri itu, Duta Besar PNG di Indonesia menyampaikan apresiasi. Duta Besar akan meneruskan pesan tersebut kepada Pemerintahnya.  (umi)
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar