Minggu, 01 Januari 2012

Suaro hati - Menyoal Deal dan Kesepakatan PT Freeport dengan Buruh


Black Horse , kamis 15 Des '11
Pada Rabu, 14 Desember 2011 koran-koran mainstream tanah air hampir serempak menurunkan berita “gembira”, karena PT Freeport akan segera beroperasi kembali di Timika, Papua setelah terjadi deal dan kesepakatan antara Serikat Pekerja dan Manajemen Freeport. Koran Kompas misalnya menurunkan laporannya berjudul “PKB Freeport Disepakati”, sementara Detik Finance memberi judul “Serikat Pekerja dan Manajemen Freeport Berdamai
Benar bahwa kesepakatan bersama antara PUK SPSI yang diwakili oleh Sudiro (ketua SPSI) dan PT Freeport Indonesia diwakili Armando Mahler yang disaksikan langsung oleh Tim Pemerintah dan Richard Adkerson -The Big Boss, super CEO Freeport dan salah satu eksekutif terkaya dunia, saat ini ada di Jakarta- ikut menyaksikan langsung penandatanganan kesepakatan itu. Kesepakatan dan deal itu berlangsung di kantor PT Freeport Indonesia Plaza 89 -poin-poin yang disepakati nanti akan di sampaikan di Timika.
Tentu kita senang, semoga kesepakatan yang dicapai ini menjadi yang terbaik bagi kita semua dari sudut pandang kemanusiaan dan bagi karyawan dan buruh yang mogok kerja.
Namun, dalam gempita gembira buruh Freeport dan PT Freeport yang telah “berkorban” besar dan “deal besar” dengan buruh yang mogok itu, ada pertanyaan yang masih menggelantung. Apa kira-kira konsekuensi dari deal dan kesepakatan itu? Adakah pengorbanan ini isyarat baik bagi Republik ini? Atau deal ini justru menutup pintu RENEGOISASI Indonesia dan PT Freeport yang semestinya memberikan faedah yang lebih besar bagi jutaan bangsa Indonesia, dan tak lagi sekadar bagi 9000 buruh yang mogok?
Kemudian, bukankah deal itu terjadi hanya antara perusahaan dan serikat buruh?. Lalu bagaimana antara perusahaan dan warga lokal (pribumi) yang juga nasibnya lebih menderita? Apa konsekwensi dari deal itu? Adakah jaminan buat warga pribumi disana?
Selain menyoal nasib pribumi yang tak jelas nasibnya, juga menyoal bagaimana nasib belasan pekerja yang tempias karena peluru polisi dan penembak misterius dalam 3 bulan pemogokan ini? Kira-kira siapa yang bakal menuntut keadilan atas darah-darah mereka? Apa tanggung jawab dan pembelaan SPSI atas rekan-rekan mereka yang mati?
Kita malah berprasangka baik,  jika yang disebut-sebut deal besar ini semua, tak lebih dari sebuah ilusi dan fatamorgana. Sebab sedari awal semestinya yang berpusat dan menjadi perhatian besar pada Freeport adalah soal RENEGOSIASI kontrak.  []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar