Senin, 26 Desember 2011

Suaro hati - Enam Parpol Berencana Bentuk Poros Tengah

Nasional

Jakarta, FaktaPos.com - Sebanyak enam parpol merencanakan membentuk poros tengah guna menyikapi usulan persyaratan "parliamentary threshold" empat persen oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat.
   
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN), Viva Yoga Mauladi melalui surat elektronik (e-mail), Selasa (01/11), menyebutkan, enam partai politik tersebut adalah, PAN, PPP, PKS, PKB, Gerindra, dan Hanura.
   
Viva Yoga Mauladi menjelaskan, melalui pembentukan poros tengah tersebut ada lima pertimbangan yang hendak dicapai.
   
Pertama, penegakan konstitusi. Menurutnya, sistem pemilu di Indonesia sesuai amanah UUD NRI 1945 adalah proposional.
   
Bila penerapan ambang batas perolehan suara untuk berada di parlemen atau "parliamentary threshold" semakin tinggi maka indeks disproposionalitas juga akan semakin tinggi, akibatnya banyak suara sah menjadi hangus karena tidak bisa dikonversi menjadi kursi.
   
"Usulan persyaratan 'parliamentary threshold' empat persen, semakin menjauhkan dari nilai proposionalitas dan pemilu menjadi tidak berkualitas. Penerapan persyaratan 'parliamentary threshold' di atas tiga persen bisa disebut melanggar UUD NRI 1945," ujar anggota Komisi IV DPR RI ini.
   
Kedua, menjaga dan merawat pluralisme dan kebhinekaan Indonesia.
   
Menurut Viva, partai politik secara sosiologis adalah pengejahwantahan dari kelompok-kelompok sosial yang tumbuh di masyarakat dengan keberagaman suku bangsa, adat istiadat, golongan, ideologi, dan agama.
   
"Mereka berhimpun dalam parpol atas dasar persamaan ide, gagasan, dan cita-cita bersama. Jumlah parpol di tingkat nasional sudah cukup merepresentasikan kebhinekaan masyarakat Indonesia," ujarnya.
   
Ketiga, menurut Viva, revisi UU tentang Pemilu sasarannya guna membangun sistem kepartaian yang lebih demokratis, sehat, dan kuat, bukan untuk menghilangkan atau membunuh parpol kecil atas nama menciptakan pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien.
   
"Ini logika yang salah dari partai besar, karena untuk menciptakan pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien bukan ditentukan oleh jumlah partai yang sedikit, tapi oleh perbedaan ideologi politik partai dan komposisi perolehan kursi partai di DPR RI," ujarnya.
   
Menurut Viva, penciptaan pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, menurutnya, juga ditentukan oleh kepemimpinan yang kuat dan berwibawa.
   
Jika tidak ada kepemimpinan yang kuat dan berwibawa, menurutnya, meskipun jumlah partainya sedikit tetap akan terjadi instabilitas politik dan jalannya pemerintahan tidak efektif dan efisien.
   
Keempat, RUU pemilu harus diputuskan melalui landasan konstitusional dan tidak boleh bertentangan dengan kaidah keilmuan pemilu.
   
"Penerapan ilmu pemilu di Indonesia berdasarkan dari penemuan dan modifikasi yang sudah ada, tanpa boleh melenceng dari kaidah yang ada," ujarnya.
   
Kemudian pertimbangan kelima, menurut Viva Yoga, yakni memberi pelajaran politik kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memonitor proses pembahasan RUU tentang Pemilu di DPR RI.
   
"Pembahasan RUU Pemilu ini perlu terus dikawal agar berjalan sesuai tujuan. Jangan sampai ada tirani mayoritas atau diktator minoritas di DPR RI," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PAN ini.(atr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar