Fauzi Bowo dan Priyanto Akhirnya Pecah Kongsi
26 December 2011 | 12:05 am | Dilihat : 230
Wakil
Gubernur DKI Jakarta, Mayjen TNI (Pur) Prijanto secara mendadak
mengundurkan diri dari jabatannya. Surat pengunduran diri Prijanto
sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, telah resmi diajukan tertanggal 23
Desember 2011. Di dalam surat tersebut tidak disebutkan alasan jelas
pengunduran diri, seperti rencananya maju sebagai Cagub DKI
Jakarta. Kepala Bidang Informasi
Publik DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia dalam rilisnya Minggu
(25/12/2011) menyebutkan, "Fauzi Bowo telah mendapat kabar resmi
menyangkut pengunduran diri Wagub DKI Prijanto."
Menanggapi pengunduran diri tersebut,
Gubernur DKI Fauzi Bowo menyatakan dalam rilis tersebut, ”Saya
menyayangkan pengunduran diri Wakil Gubernur Prijanto. Saya menghormati
keputusan Wakil Gubernur untuk mengundurkan diri, dan yakin keputusan
tersebut telah dipertimbangkan matang-matang," jelas Foke.
Berita pengunduran diri tersebut jelas
mengundang pemberitaan yang beragam. Disatu sisi publik mengira bahwa
Priyanto mundur karena akan maju sebagai calon Gubernur yang akan
dilaksanakan pertengahan Tahun 2012. Partai PKS yang hingga kini tidak
mempunyai calon kuat, dan kabarnya akan melamar Prijanto sebagai Cagub
mereka dengan didampingi Triwisaksana alias Sani kader PKS. Bewrita
tersebut dibantah oleh Priyanto, "Saya tekankan mundurnya saya bukan
karena ada terkait dengan Pilkada," ujar Prijanto ketika ditemui
wartawan di rumahnya, Jl Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan,
Minggu (25/12/2011).
Yang menarik adalah pernyataan Prijanto
setelah penyerahan pengunduran dirinya. "Di akhir-akhir ini saya menilai
tampaknya pekerjaan saya sudah tidak berarti lagi. Saya itu sebagai
pejabat harus
jujur, jangan ngomong A tapi yang dikerjain B. Itukan munafik," keluh
Prijanto Minggu (25/12/2011). Prijanto mengungkapkan, ia dan Foke pada
dasarnya satu visi, namun pada dasarnya implementasi penerapan di
lapangan yang berbeda. Dikatakan Priyanto, "Visi misi itu sama ya, yaitu
keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan. Namun terkadang yang berbeda
adalah implementasinya."
Pada Seminar Quo Vadis Jakarta yang
diselenggarakan oleh DPD PDIP, di Lenteng Agung, Jakarta, Minggu
(30/10/2011) petang, Prijanto mengatakan, "Sebenarnya untuk dapat
menyelesaikan persoalan Jakarta itu dapat diatasi dengan duduk bersama
dengan pemerintah untuk membicarakan permasalahan-permasalahan yang ada.
Prijanto mengaku akan tetap kesulitan untuk merealisasikannya. Sebab,
Foke dinilainya tidak dapat berkoordinasi. "Tapi gimana mau
berkoordinasi, lha gubernur duduk ngopi bareng satu meja dengan walikota
saja tidak pernah." katanya.
Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar
Moenoek, di dalam UU 32/2004 dan PP 6/2005, diatur bahwa surat
pengunduran diri diserahkan kepada DPRD untuk kemudian dilakukan rapat
paripurna. Di dalam ajang rapat paripurna akan dikaji apa penyebab
mundurnya Prijanto dan disampaikan dalam pandangan
fraksi-fraksi. "Setelah itu DPRD yang tentukan sikap, apakah pengunduran
diri itu diterima atau ditolak," paparnya. Proses pengunduran diri baru
tahap penyampaian surat pengunduran diri yang ditujukannya kepada
Presiden, Mendagri dengan tembusan Gubernur DKI Jakarta dan Ketua DPRD
DKI Jakarta.
Nah, nampaknya tidak semudah itu proses
pengunduran diri seorang pejabat publik yang dipilih oleh rakyat. Kasus
serupa terjadi pada wakil Bupati Garut Diky Chandra yang juga
mengundurkan diri. Prosesnya berjalan dan akhirnya ditetapkan dengan
surat keputusan Mendagri. Oleh karena itu proses pengunduran diri
Prijanto juga akan memakan waktu hingga adanya keputusan Mendagri.
Keutuhan pasangan pejabat daerah,
tercatat sangat rawan dalam mengelola pemerintahan daerah. Berdasar
data Kemendagri pula, tercatat hanya 6,15 persen pasangan kepala daerah
hasil pemilihan pada 2010 dan 2011 yang tetap berpasangan pada Pemilu
Kada untuk periode selanjutnya. Sedemikian besar presentase pasangan
kepala daerah yang pecah kongsi, sampai-sampai dianggap sebagai fenomena
wajar dalam dinamika pemilu kada. Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar
Moenoek menyatakan, "Dari 244 Pemilu Kada pada 2010 dan 67 pada 2011,
hampir 94 persen diantaranya pecah kongsi. Kemesraannya cepat
berlalu." katanya (detik.com 25/12).
Bagaimana dan mengapa Prijanto mengundurkan diri? Itulah pertanyaan
tersisa. Dari beberapa penjelasan Prijanto kepada media, nampaknya ada
ketidak cocokan antara dirinya dengan Fausi Bowo selama ini, sulit
memang menyatukan kepemimpinan antara keduanya. Jelas amanah yang
diterima tidak cocok dalam implementasinya. Yang perlu disadari, jabatan
kepala daerah juga jabatan yang sangat erat berhubungan dengan politik
dan segala pernik lainnya.
Dibutuhkan ketabahan dan khususnya
kesabaran dalam menjalankannya. Terlebih memimpin Jakarta yang sangat
erat dengan tanggung jawab keberlangsungan pemerintah pusat. Beberapa
kasus yang terjadi, jatuh bangunnya pemerintah kuncinya ada di jakarta.
Belum lagi penilaian Jakarta sebagai barometer Indonesia yang terus
disorot dunia internasional. Masalah keamanan, kemacetan dan banjir
adalah persoalan pokok yang tidak akan habis-habisnya dan harus dihadapi
pasangan pimpinan di DKI.
Jakarta yang kini sedang menghadapi
Pemilu Kada pada bulan Juli 2012 akan memilih Gubernur dan Wakilnya,
dimana masyarakat banyak yang semakin tidak peduli dan kurang percaya
kepada calon dari parpol. Adakah peluang dari calon independen? Kita
tunggu waktunya. Rakyat akan mencari pemimpin yang mau mengabdikan diri
kepada Jakarta, yaitu pemimpin yang merasa Jakarta sebagai bagian
hidupnya, memang sebaiknya pemimpin yang berasal dari Jakarta atau
berdarah Betawi. Pemimpin yang mempunyai hubungan bathin antara dirinya
dengan Jakarta, bukan pemimpin yang berdiri di Jakarta hanya karena
perintah politik belaka.
Tetapi dari semuanya, yang jauh lebih
penting rakyat akan memilih pemimpin yang memegang amanah atau
menjalankan kepemimpinan di kota keras ini sebagai bagian ibadahnya.
Penulis mengajak pembaca sekalian mengucapkan bersama "Pray for
Jakarta." Prayitno Ramelan ( http://ramalanintelijen.net ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar